Sunday, December 18, 2016

Pentas Promosi Guyup Rukun

Dalam perjalanan ke Bandara Juanda hari Minggu siang melalui Pare Kediri lalu lintas cukup lancar. Namun beberapa ratus meter menjelang persimpanan jalan pusat kota lalu-lintas mulai padat merayap. Ternyata ada panggung hiburan berdiri tepat di pojok persimpangan jalan. Beberapa waktu sebelumnya ada Car Free Day di jalur ini. Lebar jalan tersisa sekitar tiga meter di sisi kiri panggung hiburan untuk jalan kendaraan. Segera setelah melewati pangung hiburan lalu lintas menjadi lancar kembali.


Ada yang menarik perhatian yaitu tulisan besar di backdrop panggung hiburan ”Kerukunan & Kebersamaan” Masyarakat Kediri. Tulisan ini jelas bermakna promotif untuk meningkatkan kerukunan dan kebersamaan masyarakat. Bisa juga bermakna preventif agar kerukunan dan kebersamaan tatap terjaga namun terlihat gejala memudar. Bahkan bisa bermakna kuratif dan rehabilitatif karena kerukunan dan kebersamaan masyarakat telah benar-benar memudar dan ingin direkatkan kembali.

Apakah sulit hidup dalam kerukunan dan kebersamaan didalam masyarakat? Seharusnya tidak. Karena orang-orang tua dahulu telah turun-temurun menjalani hidup guyup rukun sebagaimana juga para leluhurnya. Guyup adalah hal kebersamaan dan rukun perihal kerukunan hidup. Para leluhur memiliki tepa-selira tinggi dan mampu memahami lingkungan sosial dan alamnya. Ini seirama dengan penelitian Danilo Garcia, dkk bahwa harmony in life was significantly predicted by environmental mastery and self-acceptance across all affective profiles.

Manusia memang memiliki kendala dengan segala faktor perbedaannya untuk bisa terus hidup rukun dan bersama. Karena karakter manusia sebagian berkarakter ekspresif sedangkan sebagian lainnya tidak, sebagian proaktif dan sebagian bersifat tidak dan lainnya. Manusia berbeda cara menyampaikan pikiran dan merefleksikan dirinya dalam dunia yang terus berubah, sebagaimana dalam slide presentasi Meaning of “Togetherness” in a Changing World, Professor Kavil Ramachandran & Professor S Ramnarayan Indian School of Business, Hyderabad.

Dengan demikian konflik menjadi sulit dan bahkan tidak bisa dihindari. Solusinya manusia harus memiliki ruang untuk membantu orang lain bisa hidup dengan kodrat perbedaannya. Banyak pemikiran dikemukakan untuk membangun kerukunan dan kebersamaan masyarakat. Salah satunya, develop flexibility as a value. Sejauh perbedaan tidak menyangkut nilai fundamental keyakinan, nilai fleksibiltias dan toleransi harus dikembangkan secara perorangan maupun dalam masyarakat agar bisa sustainable guyup rukun. (Pulung Chahyono, www.pulung-online.blogspot.com, mitra_ulung@yahoo.com)

No comments: