Sunday, June 13, 2010

Cembengan, Lebih Sekedar Tugu

Tugu Cembengan berada di tengah perempatan bertemunya empat jalur jalan; dari utara jalan Ki Hajar Dewantoro, dari timur jalan Ir. Sutami dan selatan jalan Kolonel Sutarto dan dari barat jalan Tentara Pelajar. Tugu ini dicat dengan warna putih. Aslinya tugu Cembengan dibangun jaman Sri Susuhunan Paku Buwono X, Raja Kraton Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1893-1939. Tugu Cembengan adalah salah satu cagar budaya di Solo. Tugu yang ada kini adalah bangunan pengganti, namun tetap mempertahankan model bersusun aslinya. Model ini adalah khas tugu di tengah jalan perempatan yang dibangun jaman itu. (Foto: Tugu Cembengan, Solo).

Para bepergian dengan sarana transportasi darat antar kota propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur atau diantaranya cenderung melewati Tugu Cembengan. Demikian perempatan Tugu Cembengan kini cukup ramai lalu-lalang dan disinilah banyak terpasang media promisi, baliho, spanduk, poster dan sarana iklan lainnya. Tugu Cembengan berada di bagian timur kota Solo. Ini menjadi perempatan masuk ke pusat kota Solo dimana jalan utama keluar-masuk kota Solo melewati Tugu Cembengan. Jalan utama ini memiliki jalur lambat di kedua pinggirnya yang asri dipisahkan oleh jalur taman dan pohon hijau dengan jalan utamanya. Sedang jalur utamanya cukup luas memiliki dua jalur lalu-lintas dari dua arah.

Tugu ini dekat kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta. Tentu mahasiswanya akrab dengan Tugu Cembengan. Apalagi dekat Tugu Cembengan ada warung wedangan lesehan HIK sebagai tempat mangkalnya mahasiswa. Warung dengan jajanan lengkap dan nasi bungkus murah-meriah. Warung ramai dikunjungi sekaligus tempat refreshing mahasiswa mulai selepas maghrib sampai tengah malam. Konon kata "HIK" adalah singkatan Hidangan Istimewa Kampung. Juga suara khas penjualnya yang sesekali meneriakkan suara "HIK" melengking menarik pembeli. Dulunya wedangan HIK movable dipikul oleh penjualnya berkeliling dari kampung ke kampung.

Tugu Cembengan memiliki model bersusun tiga. Terdapat lubang di susun paling atas tembus ke empat sisinya ke arah jalan. Sangat memungkinan dulu lubangnya sebagai tempat lentera di malam hari. Jaman belum ada listrik adalah umum penduduk memasang lentera di pinggir jalan depan rumah dan perempatan di malam hari. Lentera untuk memberi penerangan dan peringatan kepada para pengguna jalan. Walau tentunya jaman dibangunnya tugu Cembengan jenis dan jumlah pengguna jalan tidak sebanyak sekarang. Demikian pengguna jalan menjadi berhati-hati saat memasuki daerah perempatan. Dengan adanya tugu, pengguna jalan memiliki hak jalan (right-of-way rule) tetap di jalurnya masing-masing, kemudian melewati atau memutari Tugu Cembengan.

Dengan tetap membawa nilai aslinya Tugu Cembengan telah berevolusi menjadi "roundabout" dengan taman di dalam bundaran dasar tugu. Taman memberikan nilai estetika dan tugunya sebagai monumen. Roundabout kini banyak dibangun di kota besar dunia sebagai traffic rules dimana lalulintas harus berjalan satu arah melingkar, mengurangi kecepatan dan memberi hak jalan kepada kendaraan yang lebih dulu masuk jalur bundaran. Tugu Cembengan memiliki nilai sejarah, ekonomi, sosial, budaya, dan traffic rules kini. Memang Tugu Cembengan lebih dari sedekar tugu. (Pulung Chahyono, http://pulung-online.blogspot.com, mitra_ulung@yahoo.com)

Sunday, June 6, 2010

Nikmat Yang Terdustakan?

Bak untaian mutiara indah negeri ini. Ribuan pulau berjajar sambung-menyambung menjadi satu, itulah Indonesia. Gugusan pulau ini memiliki kekayaan dan distribusi flora dan fauna yang melimpah. Kondisi geologi dan geografinya berimplikasi pada aspek topografi, iklim, kesuburan tanah, dan sebaran tumbuhan dan hewan. Negeri dengan berbagai kandungan mineral bumi, kekayaan alam dan laut dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Kekayaan dan keindahan alam juga memberi nuansa warna-warni budaya insan penghuninya. Demikian indah dan kayanya hingga menarik migrasi manusia ke negeri ini mulai dari jaman prasejarah hingga kini. (Foto: Wisata Bendungan Selorejo, Jawa Timur).

Karena kesuburan alamnya konon migrasi awal manusia masuk wilayah negeri ini sekira 150.000 tahun lalu. Bangsa migran ini hidup dengan cara hunting and gathering berpindah-pindah di daerah nusatara yang kaya dengan berbagai hewan dan buah-buahan. Mereka kelak menjadi nenek moyang suku-suku wilayah timur negeri. Selanjutnya sekira 2000 tahun sebelum Masehi, perpindahan manusia besar-besaran masuk ke kepulauan negeri ini yang kemudian menjadi nenek moyang suku-suku di wilayah bagian barat. Mereka telah memiliki peradaban yang cukup baik dimana mereka bisa bertani dan bercocok taman di dataran subur negeri ini.

Sejak awal tarikh Masehi, para musafir dari negara seberang mulai datang ke negeri ini untuk melakukan hubungan dagang. Mereka dari India, Tiongkok, Persia dan wilayah Timur Tengah lainnya. Para musafir berdagang untuk berbagai rempah-rempah, lada, gaharu, cendana, pala, kemenyan, serta gambir. Juga berdagang emas, perak dan hasil kerajinan. Titik-titik perdagangan hasil bumi mulai tumbuh. Bahkan relief Candi Borobudur menunjukkan perahu bercadik khas anak negeri yang digunakan pedagang waktu itu. Hubungan dagang ini memberi pengaruh besar, terutama masuknya ajaran berbagai agama, dan sistem pemerintahan kerajaan.

Keahlian bangsa Portugis dalam navigasi, pembuatan kapal dan persenjataan membuat mereka melakukan ekspedisi, eksplorasi dan ekspansi untuk memperoleh hasil bumi. Dimulai tahun 1512 di Malaka, bangsa Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang tiba di negeri ini, dan berusaha menguasai sumber rempah-rempah yang berharga sampai ke Sunda Kelapa. Kekayaan negeri ini juga menarik bangsa lainnya hingga mulai tahun 1641 Malaka jatuh dibawah kekuasaan Belanda. Kemudian Belanda beralih ke Batavia sebagai pusat perdagangan hasil bumi dan administratif. Masa pendudukan Jepang mulai tahun 1942 dengan membawa berbagai hasil bumi keluar negeri, hingga berakhir saat Kemerdekaan Indonesia.

Seolah keindahan surgawi terpercik ke negeri ini. Hamparan lembah hijau. Pegunungan subur. Teduhnya pohon-pohon rindang. Mengalirnya air jernih sepanjang sungai. Beningnya air danau. Taman yang indah. Bunga yang mekar berwarna-warni. Buah-buahan yang melimpah dengan berbagai jenis dan nikmat rasanya. Biji-bijian yang menjadikan makanan dan wangi dedaunan sebagai pelengkapnya. Laut indah dan ikan melimpah. "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" (Q.S. Ar-Rahmaan [55]: 13). Ini kalimat oratoris yang tidak memerlukan jawaban, tapi mengandung makna menegaskan. Semoga kita termasuk anak negeri yang tak pernah mendustakan nikmat-NYA. (Pulung Chahyono, http://pulung-online.blogspot.com, mitra_ulung@yahoo.com)