Saturday, August 31, 2019

Perlintasan Sepur Tanpa Doplangan

"Sepur... sepur... sepur !!", begitu kami biasa berteriak keras memberitahu ke para pengendara motor atau mobil. Karena mereka tidak terlihat mengurangi kecepatan melewati depan rumah kami sekitar 20 meter sebelum melintasi rel sepur tanpa palang. Sementara rambu lampu merah sedang berkedip dan sirine berbunyi bertanda sepur akan melewati perlintasan.

Kami orang-orang yang berumah di kanan kiri tepat di perlintasan kereta api biasa berteriak-teriak bersahutan seperti itu. Sejak dulu kami telah menjadi saksi beberapa kecelakaan di perlintasan kereta api. Dengan teriakan keras kami seringkali pengendara menjadi kaget dan tersadar dari lamunan atau ketidak konsentrasiannya saat mendengar teriak-teriakan kami sebelum mereka benar-benar mendekati rel sepur.

Kadang rambu lampu merah tidak menyala dan sirine perlintasan sepur tidak berbunyi saat kereta akan melewati perlintasan. Seperti pagi ini, saya melihat rambu lampu merah tidak berkedip dan sirine tidak berberbunyi saat sepur lewat dari arah Timur di perlintasan kereta api Jl Bengawan Solo Pakunden Blitar.

Saya sedang ngopi di samping rumah di dekat perlintasan kereta api itu. Sebelumnya saya juga melihat dua kali kereta api lewat dari arah barat dan rambu merah berkedip dan sirine berbunyi. Sangat mungkin alat deteksi kereta lewat dari arah timur tidak berfungsi sehingga rambu lampu merah tidak menyala dan sirine tidak berbunyi.

Berbeda dulu, jalan di perlintasan kereta itu sudah ramai. Kini telah ada satu orang sukarelawan yang ditunjuk menjaga perlintasan kereta tanpa palang itu. Dia mendapatkan sejumlah uang honor. Saat-saat dia tidak bisa menjaga perlintasan ada temannya yang membantunya. Pengendara yang merasa terbantu kadang memberikan uang tips. Perlintasan menjadi lebih selamat. (Pulung Chahyono, www.pulung-online.blogspot.com, mitra_ulung@yahoo.com)

Tuesday, March 26, 2019

Pahit-Asamnya Kopi di Gunung Merbabu




Ingin merasakan pahitnya kopi Robusta atau asamnya kopi Arabika di dinginnya Gunung Merbabu? Mampir saja di rumah makan Pesona Gunung, lokasinya di jalan utama Salatiga-Magelang dan dekat Taman Wisata Kopeng. Berbagai pilihan kopi Nusantara tersedia, serta menu makanan dan camilannya cukup lengkap. Tempatnya nyaman, ngopi sambil menikmatinya indahnya suasana gunung.

Bahkan bisa ngobrol enak dengan pemiliknya orang Flores yang ramah dan siap bercerita tentang perkopian. Seingat saya dari ceritanya dia eks chef hotel. Saya beberapa kali sempat mengobrol cukup banyak tentang kopi Robusta dan Arabika. Juha tentang kopi Arabika yang berasa asam dan kopi robusta yang pahit. Suka yang asam atau pahit? Kalau suka pahit, pilih yang kopi Robusta.

Memang orang yang sudah mengenal dan merasakan berbagai jenis kopi, akan lebih selektif memilih kopinya. Itulah sebabnya makin banyak kedai kopi yang menyajikan berbagai varian kopi Arabica maupun Robusta. Robusta berasa lebih pahit dan sedikit asam dibanding Arabika. Sebagian orang mengatakan kekhasan aroma kopi Robusta adalah seperti aroma tanah, dan juga ada yang  mengatakan aroma kopi Robusta ada karet terbakar.

Dibanding kopi robusta yang biasanya memiliki rasa yang lebih kuat dan “
keras”, kopi Arabika mempunyai karakter yang lebih kaya rasa. Penikmat kopi dapat merasakan berbagai rasa baik buah-buahan, beri-berian, coklat maupun kacang-kacangan, sementara robusta cenderung hanya memiliki aftertaste kacang-kacangan.

Kandungan kafein di kedua jenis kopi ini juga berpengaruh terhadap rasa yang dimilikinya. Robusta memang memiliki kadar kafein dua kali lebih banyak, namun ini berakibat pada rasa kopinya yang lebih pahit. Selain itu, jenis arabika juga memiliki kandungan gula dan lipid yang lebih tinggi daripada robusta sehingga lebih manis dan asam saat diminum tanpa perlu menggunakan gula.
(Pulung Chahyono, www.pulung-online.blogspot.com, mitra_ulung@yahoo.com)

Saturday, March 16, 2019

Banyu Langit di Dapur Solo


Lagu Banyu Langit di Dapur Solo dikeroncongkan terdengar pagi hari ini dengan volume yang pas, tidak kurang dan tidak lebih. Mendengarkan lagu-lagu keroncong saat sarapan pagi ini terasa menyenangkan. Silih berganti lagu-lagu campursari yang saat lagi ngetrend dikeroncongkan mengiringi para pengunjung yang sedang menikmati sarapan pagi.

Menu masakan di Rumah Makan ini hampir pasti paling lengkap di kota Solo, terutama saat sarapan pagi. Menu masakan Jawa mendominasi. Menunya ditata berjajar
bersih dan rapi sepanjang meja saji. Semua menu dilambari dengan daun pisang hijau di tempat penyajiannya. Menu prasmanan dengan suasana seperti di dapur sendiri.


Bangunan utama Dapur Solo berkonstruksi Joglo ini berada di lokasi Teknopark Surakarta. Tidak jauh sebelah di barat Gapura Makutho Solo. Atap joglo yang tinggi membuat sirkulasi udara terasa nyaman, silir-silir. Banyak meja dan kursi berjajar rapi dan terlihat beberapa meja ditulisi “Telah Dipesan. Sementara banyak pengunjung makan di meja kursi lainnya.

Kolam ikan dengan ikan-ikan Koi besar banyak bisa terlihat di
permukaan kolam. Kolam ikannya dirancang dengan baik melingkungi di pinggir tepat bangunan Joglonya. Di tengah-tengah kolam ditempatkan pot-pot bunga besar ditanami pohon-pohon Lumbu dengan daunnya yang lebar terlihat serasi dengan kolamnya.

Terlihat
sebagian pengujung menikmati makanan di bangunan Gazebo kayu. Gazebo-gazebo ini berjajar di pinggir bangunan utama Joglo yang dipisahkan kolamnya. Pepohonan Akasia terlihat asri menaungi sekitar bangunan joglo dan Gazebonya. Benar-benar layak dirasakan menu dan suasananya saat berkunjung ke kota Solo. (Pulung Chahyono, www.pulung-online.blogspot, mitra_ulung@yaho.com)

Thursday, January 17, 2019

Lungguh Gupuh Suguh

Secara harfiah tiga kata Jawa yang merupakan pepatah ini secara berurutan duduk, sibuk, dan menjamu. Pepatah ini mengacu pada adab dan tradisi masyarakat Jawa, yang merasa tidak menghormati tamu jika tidak dapat menyambut tamu dengan baik. Tamu adalah semua orang yang datang berkunjung ke rumah baik diundang maupun tidak, baik yang menginap atau tidak.

Setelah mengucap salam, tamu harus segera diajak masuk ke dalam rumah dan dipersilakan duduk (lungguh). Setelah lungguh atau duduk maka tuan rumah akan gupuh atau sibuk untuk menyiapkan suguh atau menyajikan minuman dan makanan untuk tamu. Biasanya tuan rumah akan menawarkan apakah tamu menginginkan minuman yang umumnya berupa teh, kopi, atau minuman lainnya.

Melayani tamu dengan baik menjadi tradisi yang menyenangkan dan dipercaya bisa mendatangkan rejeki. Bentuk pelayanan itu adalah menyiapkan tempat duduk, suasana, dan yang pokok adalah suguhan. Apa pun wujud suguhan itu bagi tamu adalah sebuah manifestasi perhatian tuan rumah kepada sang tamu.

Bisa saja tempat duduk untuk tamu itu hanya berupa tikar yang digelar di lantai. Bisa jadi suguhan yang disajikan kepada tamu hanya berupa singkong rebus dan air putih. Akan tetapi jika semua itu diberikan kepada tamu dengan rasa hormat dan ketulusan serta kejujuran, maka sang tamu akan tetap merasa disambut, diterima, dan dihormati.

Sebenarnya bukan soal suguhan itu berharga mahal, mewah, atau tidak. Hal yang penting adalah suguhan itu diberikan dengan hormat, ikhlas dan menyenangkan. Pun dengan tempat duduk dan sambutan (gupuh). Dengan demikian tamu akan merasa diterima dengan senang hati kedatangannya. Lebih penting tamu dapat merasa nyaman dan tercapai tujuan bertamunya. (Pulung Chahyono, www.pulung-online.blogspot.com, mitra_ulung@yahoo.com)