Euphemism

Jurnalisme Kuning 

Seiring pesatnya teknologi informasi, berita dengan warna-warninya telah begitu dekat dengan setiap manusia mulai dari anak kecil yang mulai belajar membaca. Bahkan lebih awal lagi, ketika bayi mulai bisa mendengar dan melihat. Dan jurnalisme berperan utama mulai dari mengumpulkan, mengedit dan mempublikasi berita, baik visual maupun audiovisual. Memang secara literal ada istilah warna jurmalisme, yaitu yellow journalisme. Junalisme kuning terjemahannya, ada juga disebut yellow press, untuk mengistilahkan jenis jurnalisme yang mendistorsi, mengeksploitasi, dan melebihkan berita dengan sensasionalisme untuk kepentingan oplah atau sirkulasi penjualan surat-kabar atau majalah. Yellow journalism is style of journalism which distorts and exploits the news by sensationalism in order to sell copies of the newspapers or magazines (Black’s Law Dictionary).

Memahami lebih jelas secara leksikal melalui Encarta Dictionary, kata kerja "distort" memiliki tiga arti umum yaitu (1) merubah bentuk, (2) memberikan laporan yang tidak akurat tentang sesuatu, dan (3) membuat sesuatu menjadi tidak jelas atau tidak bisa dikenali. Sedangkan kata kerja “exploit” memiliki dua arti umum (1) mengambil keuntungan dari seseorang, dan (2) menggunakan manfaat dari sesuatu. Kata "sensationalism" memiliki arti praktek penekanan aspek-aspek yang paling menyeramkan, mengerikan, mengejutkan, dan mengharukan, dari sesuatu hal atau investigasi, khususnya oleh media massa. Demikian dapat ditarik makna Jurnalisme Kuning melakukan "distorsi" berarti merubah bentuk menjadi bentuk lain untuk menciptakan makna yang bergeser dan dan "exploitasi" dengan menggunakan bentuk yang sama dan mengambil keuntungan daripadanya, untuk menciptakan lonjakan (shocking) perasaan pembaca, pendengar dan pemirsa berita.

Browsing berita saja sekarang. Dan rasakan sensasinya ketika membaca judulnya walau isinya tidak sesensasional judulnya. Misalnya "Jeroan Mayat Yang Terpajang di Mall" judul artikel kesehatan yang memuat berita tentang Anatomy Show. Juga ada di jurnalisme olah-raga "Pemain Perancis Ditanyai Soal Pelacur" berita tentang pemain bola yang dituduh melakukan seks dengan anak di bawah umur. Lebih banyak lagi tentang berita kriminal, "Sesosok Mayat Tanpa Kepala Ditemukan di Pulau Tidung", atau "Perempuan Tanpa Identitas Tewas Membusuk di Pejagalan". Berita tentang pemberantasan korupsi "Bebaskan Penyuap Gayus, Arafat Diguyur Rp 100 Juta". Atau tentang lainnya "Masyarakat Bukan Teroris, Patwal Presiden Diminta Lebih Manusiawi". Dan banyak juga di infotainment, "Aksi Ciuman KD-Raul Sama Rendahnya dengan Video Porno Ariel".

Masih semakna. Penggunaan simbol-simbol mengerikan atau menyeramkan dan berita-berita menggemparkan dalam terbitan surat kabar untuk menarik pembaca dan meningkatkan oplah atau sirkulasi surat kabar didefinisikan dalam Encyclopedia Britannica tentang Jurnalisme Kuning. Istilah ini muncul tahun 1890-an untuk menggambarkan siasat yang digunakan dalam persaingan hebat antara dua surat kabar di kota New York, yaitu World dan Journal. Joseph Pulitzer membeli surat kabar New York World tahun 1883 dan, dengan menggunakan pelaporan sensasional, penuh warna, dan berusaha keras melawan korupsi politik dan ketidakadilan sosial, berhasil mencetak oplah surat kabar terbesar di negaranya. Kejayaannya ini kemudian tertantang tahun 1895 ketika William Randolph Hearst, anak seorang raja pengusaha tambang California, membeli New York Journal dan secara cepat menjadi pesaing utama New York World.

Seorang ahli sejarah dan jurnalis Amerika, Frank Luther Mott (1941), mendefisikan yellow journalism dengan lima ciri utama, yaitu:
  • Judul berita menakutkan dalam cetakan besar, seringkali dengan sedikit berita
  • Penggunaan gambar yang mewah, atau gambar imajinasi
  • Penggunaan wawancara bohong, judul menyesatkan, pseudo-science, dan parade pembelajaran yang salah dari orang yang disebut ahli
  • Penekanan pada tambahan Minggu penuh-warna, biasanya dengan gambar komik
  • Simpati dramatis terhadap "ketidakberuntungan" melawan sistem. 
Memang istilah yellow journalism awalnya tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi melalui rangkaian kejadian tertentu, bermula dari gambar kartun yang disebut "The Yellow Kid" yang dibuat seorang kartunis terkenal abad 19, Richart F. Outcault. Kartun ini pertama dimuat dalam surat kabar The World, dan kemudian Hearst menyewa dia untuk membuat gambar strip di surat kabarnya. Pulitzer kemudian menyewa pelukis lain untuk membuat gambar strip yang serupa di surat kabarnya. Gambar komik strip ini menggunakan tinta warna kuning. Dan karena terkenalnya gambar komik strip ini maka muncul istilah yellow journalism dalam kritik yang muncul terhadap kedua surat kabar tersebut karena menggunakan berita sensasional untuk meningkatkan oplah atau sirkulasi surat kabar. (Pulung Chahyono, http://www.pulung-online.blogspot.com/, mitra_ulung@yahoo.com) 

Referensi:
1. Entry "Yellow Journalism", Black’s Law Dictionary
2. Yellow Journalism, http://library.thinkquest.org/C0111500/spanamer/yellow.htm
3. Wikipedia, the free encyclopedia, "Yellow Journalism"


***************
Doublespeak: Ungkapan Bersayap 

Istilah "doublespeak"digunakan sejak kemunculan pertamanya tahun 1946 dalam novel George Orwell berjudul "Nineteen Eighty-Four" suatu pandangan tentang masyarakat dystopia sebagai versi negatif dari masyarakat utopia (ideal) dimana masyarakat mengalami degradasi dalam kondisi terkontrol represif. Dystopia sering dikarakterisasi sebagai bentuk masyarakat diktatorial dengan kepatuhan mutlak dan total. Ini biasanya ditandai dengan sistem kontrol sosial represif, kurangnya atau ketiadaan total kebebasan individu serta kondisi kekerasan dan perang secara konstan. Masyarakat dystopia juga berciri sebagai masyarakat miskin bagi sebagian besar penduduknya.

Dalam ilmu bahasa, doublespeak (kadang juga disebut doubletalk) adalah suatu ungkapan yang secara sengaja digunakan untuk menyamarkan, menidakjelaskan, mengubah atau memutarbalik arti suatu kata, sehingga menyebabkan kesalahpahaman komunikasi. Sebagian referensi menyebutkan bahwa doublespeak merupakan bentuk Euphemism, ambiguitas yang disengaja atau pemutarbalikan arti, misalnya perang untuk "kedamaian", atau mempertahankan status quo dengan "perubahan". Sebagian menyebut doublespeak adalah salah satu bentuk eufimisme yang digunakan dalam politik.

Penulis lebih setuju bahwa doublespeak bukan bagian dari eufimisme. Doublespeak adalah salah satu bentuk jargon. Menurut Alfred Flieshmen, doublespeak adalah suatu bentuk jargon yang sering digunakan untuk menyesatkan atau membingungkan pendengar. Terdapat dua jenis utama dalam doublespeak yang berhubungan dengan jargon doublespeak persuasif dan inflatif. Kedua jenis doublespeak ini secara sengaja untuk menyesatkan sehingga terjadi kesalahpahaman. Jargon adalah terminologi yang secara khusus didefinisikan dalam suatu hubungan dalam aktifitas, profesi atau kelompok tertentu.

Ungkapan doublespeak persuasif dan inflatif sering dijumpai di lingkungan kita. Misalnya, seorang politisi yang mengatakan kepada massa pemilih mungkin menggunakan doublespeak persuasif dalam kampanyenya sebagai upaya untuk menyesatkan mereka tentang masalah keamanan sosial. Di sisi lain, doublespeak inflatif sangat berbeda dengan penggunaannya misalnya menggunakan kata "tempat basah" untuk menggantikan "tempat penuh potensi korupsi". Perubahan ungkapan mengarahkan kesan yang sangat berbeda, sehingga baik doublespeak persuasif dan inflatif secara jelas menciptakan kesalahpahaman yang besar dari penggunaan jargon.

Doublespeak digunakan sehari-hari oleh berbagai profesi dan sering merusak tujuan yang sebenarnya dari penggunaan jargon. Kalau eufemisme adalah ungkapan yang bertujuan untuk menghaluskan suatu ungkapan yang kasar, tabu, kurang sopan, terlalu vulgar, kurang menyenangkan, dan kurang diterima. Sedangkan doublespeak adalah ungkapan yang dimaksudkan untuk menyesatkan atau memutarbaliknya arti ungkapan. Apakah itu doublespeak atau eufimisme tergantung maksud dan tujuannya. Dengan demikian doublespeak adalah ungkapan bersayap yang membahayakan pemahaman. (Pulung Chahyono, http://www.pulung-online.blogspot.com/, mitra_ulung@yahoo.com).

Referensi:
• Jargon, Paula Caudle,Kim Courtney, Heather Guyton, Michelle Keller and Carol Kind Students, The University of North Carolina at Pembroke
• Why Doublespeak is Dangerous, Eric Schwartzman, www.ontherecordpodcast.com/
• Doublespeak, Euphemism, Jargon, Wikipedia, the free encyclopedia


********************
Euphemism: Ungkapan Spiritual 

Upaya menggunakan ungkapan yang lebih halus dan mengikuti jaman tidak pernah berakhir dan terus berganti. Dengan harapan ungkapan lisan maupun tertulis menjadi lebih menarik, tidak ketinggalan jaman dan dapat diterima. Komunikasi pada dasarnya dianggap berhasil jika suatu berita, pesan, ide, cerita dan gagasan yang diungkapkan diterima dan dipahami dari satu pihak ke pihak lainnya. Memang dalam komunikasi terjadi proses yang saling mempengaruhi secara lebih efektif dengan ungkapan yang menyenangkan, tepat dan dapat diterima. Demikian setiap pihak saling mendapatkan manfaat ungkapan.

Eufemisme (euphemism) adalah penggunaan kata atau frasa yang dianggap halus, sopan, tidak vulgar, menyenangkan dan bisa diterima, untuk menggantikan ungkapan kata atau frasa yang kasar, kurang sopan, terlalu vulgar, kurang menyenangkan, dan kurang diterima. Ungkapan eufimisme digunakan untuk menghindari perasaan yang tidak mengenakkan dari penerimanya. Juga untuk menghidari masalah yang mungkin bisa menimpa penyampai ungkapan, dengan menggunakan kata yang lebih halus. Misalnya untuk menyebutkan seorang kenalan yang menjadi gila, dikatakan: "Dia telah berubah akalnya".

Salah satu penggunaan ungkapan eufimisme dimaksudkan untuk mampu membangkitkan kenangan masa lalu dan gairah hidup. Ungkapan dibuat begitu kuat untuk bisa mempengaruhi pendengarnya sehingga perasaannya terbawa oleh ungkapan tersebut. Penggunaan ungkapan eufimisme ini bisa dilihat dalam lirik lagu-lagu kenangan. Coba dengarkan secara serius lagu-lagu lama tahun 80-an. Lagu "Angin Malam" oleh Broery Marantika, "Alam yang jadi saksi, kau serahkan jiwa raga. Angin tetap berhembus, tak henti". Ini bisa menghanyutkan kenangan yang mendengarnya.

Penggunaan lain ungkapan eufimisme adalah untuk menghindari membuka rahasia dan kekeramatan sesuatu (superstitious euphemism). Dan jika diungkapkan apa adanya, dipercayai akan menyebabkan ketidakbaikan atau menimbulkan kesialan. Saya mengambil contoh, orang tua Jawa mengajarkan kalau kita bertemu macan dan ingin menceritakan itu sebaiknya menggunakan "mbah" untuk menyebut "macan". Atau untuk menyebut suatu suatu pohon besar yang ada hantunya, mereka mengatakan "Pohon itu ada penunggunya". Walau ungkapan ini tentunya sudah tidak berlaku bagi anak muda sekarang.

Eufemisme juga digunakan dalam ungkapan keagamaan (religious euphemism) untuk kata-kata suci dan kritis secara spiritual. Dan juga beberapa penggunaan untuk bidang lainnya agar lebih halus dan ramah, termasuk dalam visual euphemism. Memang menggunakan ungkapan eufemisme identik dengan keramahan dan kesopanan. Secara etimologi, euphemism berarti ucapan yang baik, menguntungkan dan ramah, berasal dari bahasa Yunani eupheme yang aslinya digunakan dalam perkataan religius yang tidak boleh diucapkan dengan suara keras. Sebagai lawan katanya adalah blaspheme yang berarti perkataan setan. (Pulung Chahyono, www.pulung-online.blogpost.com, mitra_ulung@yahoo.com) 

Referensi:
• Good Reasons for Better Arguments: an introduction to the basic skills and values of critical thinking, Jerome E. Bickenbach,Jacqueline M. Davies.
• Euphemism, Wikipedia, the free encyclopedia
• Euphemism, Richard Nordquist, http://grammar.about.com