Thursday, July 14, 2011

Kita Bukan Bangsa Pelupa

Ini lirik lagu Didi Kempot "Stasiun Balapan", lali opo pancen nglali, yen eling mbok enggal bali (Benar-benar lupa atau sengaja lupa? Kalau ingat cepatlah kembali). Jadi "lupa" menurut Didi Kempot bisa disengaja (nglali) dan tidak disengaja atau benar-benar lupa (lali). Jika benar-benar lupa, saat ingat ya harus segera lakukan janjinya. Katanya di lagu ini, janji itu diucapkan di Stasiun Kereta Api Balapan Solo. Janjinya apaan sih? Halah, ndak usah dibahas disini, daripada jauh melenceng dan kerepotan kembali ke pokok. Walau ini juga menyingggung janji, tapi janji yang lain. (Foto: Stasiun Balapan Solo)

Dibanding lupa tak disengaja yang mungkin masih bisa dimaklumi, lupa disengaja bisa lebih menimbulkan masalah. Karena ada niat melupakannya (nglali), dimana seseorang sebenarnya mengingatnya tetapi sengaja mengabaikannya. Disengaja itu intentional. Dalam English Encarta Dictionary, intentional artinya "involving thoughts about objects". Seseorang melibatkan pikirannya untuk melakukan pertimbangan, membuat gagasan, mengelola keinginan, serta mengejar harapan. Jadi intentional forgetting memiliki pertimbangan tertentu untuk melupakannya.

Melupakan dengan sengaja mesti saja tidak hanya berdampak buruk, namun juga bisa berdampak baik. Banyak sih contoh sengaja lupa berdampak baik, misal seseorang sengaja melupakan pengalaman tragisnya di masa lalu yang mengganggu pikirannya untuk tujuan lebih fokus ke masa depannya. Tapi tidak sedikit juga yang berdampak buruk, misal ketika menjadi calon pejabat berjanji akan mengemban amanah rakyat, mengutamakan kepentingan rakyat di atas semua golongan, mensejahterakan rakyat, dan macem-macem lagi. Tapi setelah terpilih, ia nglali.

Ada wise words jawa "melik nggendong lali". Ini mengingatkan agar manusia mengendalikan keinginannya sehingga tidak membutakan mata-hatinya dan menjadikan lupa. Konon yang paling beresiko membutakan mata-hati dan menjadikan lupa itu adalah harta, tahta dan wanita. Jika tak mampu mengendalikan keinginannya atas three top risks ini, ia bisa saja tergerak melakukan korupsi untuk memperoleh harta, dan menghalalkan segala cara untuk menduduki tahta jabatan. Cara menggaet wanita dengan apa? Yah, misalnya memalsukan status, atau dengan harta dan jabatan itu tadi. Saya kira agan-agan lebih tahu lah. Tidak dihindari khan, tapi dikendalikan.

Kata “lupa” secara leksikal bahasa Indonesia tidak membedakan antara lupa disengaja atau lupa tak disengaja. Pokoknya, lupa itu artinya tidak ada dalam pikiran. Padahal jika “lupa” disengaja justru melibatkan pikiran; ada dalam pikiran untuk mempertimbangkan alasan melupakannya. Beberapa artikel mengatakan Kita Bangsa Pelupa. Ini bisa berkesan bangsa ini gampang lupa tanpa disengaja. Tidak juga, karena lupa tidak bisa dirujukkan pada bangsa atau ras tertentu. Jadi antitesisnya, Kita Bukan Bangsa Pelupa, atau lebih tepatnya Kita Bangsa yang “Nglali”. (Pulung Chahyono, www.pulung-online.blogspot.com, mitra_ulung@yahoo.com)

No comments: