Monday, April 12, 2010

Menjinakkan Api Biru

Kebakaran terus saja terjadi melalap rumah, perkampungan, gedung, pasar atau pabrik. Mungkin api bisa cepat dipadamkan sebelum meluas namun juga bisa sampai berjam-jam bahkan berhari-hari. Korbannya bisa sampai ratusan jiwa. Bangunan hangus dan puing-puingnya rata tanah. Harta-benda yang dikumpulkan bertahun-tahun untuk masa depan hidup seketika terbakar habis. Tak kalah pilunya, jika ada anggota keluarga terjebak dalam kobaran api. Mereka mungkin saja selamat tapi harus menderita cacat seumur hidup. Pengalaman pedih ini tentu sulit dilupakan dalam hitungan bulan dan tahun. Bisa sampai akhir hayat! (Foto: Penulis dalam simulasi pemadaman kebakaran).

Seiring berkembangnya teknologi, sesungguhnya bahaya semakin mengintai dan resiko kebakaran menjadi meningkat dalam kehidupan manusia. Termasuk teknologi peralatan listrik, dan yang paling gres adalah alih teknologi kompor minyak menjadi kompor gas. Seperti umum disebut konversi minyak tanah ke gas. Alih teknologi ini berhasil dilakukan di berbagai kota negeri ini, mulai dari keluarga perumahan mewah sampai keluarga di kampung pinggiran yang padat. Mereka harus ikut peralihan ini karena tidak bisa lagi membeli minyak tanah untuk memasak. Dan sejak saat itu kebakaran dari kompor "api biru" ini mulai mengisi berita media cetak dan audio-visual.

Menggunakan kompor gas tanpa tahu resiko dan cara menanganinya ibarat menantang si "api biru" ini. Bahan bakar gas dibeli, nyala api dipantikkan, dan oksigen dipasok udara sekitar. Lengkap, ketiga syarat munculnya api telah tersedia. Dan jika tidak bisa dikendalikan inilah yang menyebabkan kebakaran. Bahkan bisa diikuti ledakan tabung gas. Di lingkungan perusahaan umumnya tabung gas dikategorikan bahaya "beresiko tinggi" dan harus ditangani dan diawasi secara seksama. Mengecek fisik tabung secara teratur. Memastikan tabung telah dilakukan tes hidrostatik. Penggunaan mengikuti prosedur yang ketat. Bandingkan penggunaannya di rumah!

Tata cara penggunaannya mungkin telah disampaikan langsung ke konsumen. Juga disosialisasikan melalui televisi dan media cetak. Konsumen kompor gas bervariasi latar-belakang dan demikian cara memahaminya. Bagaimana dengan resikonya? Menurut penulis ada lima titik berpotensi kebocoran gas beresiko kebakaran di (1) komponen dalam kompor, (2) sambungan kompor dan selang, (3) sepanjang selang, (4) sambungan selang dan kepala tabung, dan (5) badan tabung. Untuk mengantisipasinya saat membeli kompor dan selang pilih yang berkualitas dan berstandar nasional atau internasional. Periksa sambungan selang tidak bocor. Tabung gas berkondisi baik dan tidak banyak berkarat terutama di bagian las leher dan pantat tabung. Jangan lupa selalu bersihkan kompor dari tumpahan minyak.

Jika tercium bau gas bocor, pertama yang harus dilakukan segera matikan kompor gas. Kemudian tutup katup selang regulator dan lepas dari kepala tabung, lalu buka semua jendela dan pintu agar gas segera terdilusi udara sekitar. Jangan nyalakan kompor sebelum kebocoran gas diperbaiki! Sebagus dan semanfaat apapun kemajuan suatu teknologi selalu menimbulkan resiko baru, dan mengatasi resiko harus dimulai dari produsen, distributor sampai ke konsumen. Setiap pihak harus melakukan tugas dan tanggungjawabnya masing-masing agar manfaat teknologi bisa diperoleh bersama. Semoga kita termasuk orang yang mendapatkan manfaat. (Pulung Chahyono, http://pulung-online.blogspot.com, mitra_ulung@yahoo.com)

No comments: