Tuesday, April 19, 2016

Saat Tukang Sampah Mengeluh

Pagi itu tukang sampah mengeluh “Pehne aku wong cilik, wong trus sak karepe dewe” sambil mengambil sampah di lingkungan. Tidak diketahui pasti ditujukan kepada siapa keluhannya itu. Kasihan juga melihatnya bekerja tidak sepenuh hati. Tidak seperti biasanya sambil mengambil sampah dia terlihat berbincang dengan warga lingkungan dan bahkan sesekali bercanda.


Sudah 8 hari tukang sampah di lingkungan rumah tidak berkeliling mengambil sampah. Biasanya selalu rutin seminggu 2 kali tukang sampah mengambil sampah. Hingga menjadikan warga resah dengan sampah yang sudah menumpuk di depan rumah masing-masing. Sebagian sampah bahkan mulai menyebar bau dan meluber dari drum-drum plastik bekas yang umumnya dipakai tempat sampah.

Iuran sampah dipungut oleh pengurus sampah lingkungan kami hanya 3.000 rupiah per bulan setiap rumah tangga. Satu RT sekitar 75 rumah tangga. Iuran ini sangat kurang sekedar menghargai jasanya. Walau dia juga mendapat gaji dari kelurahan, dan tambahan mengumpulkan sampah plastik dan besi di gerobaknya dijual ke pengepul rosok. Sesekali juga mendapat tips dari beberapa warga lingkungan.

Tukang sampah ternyata sangat berarti bagi lingkungan mereka. Ketiadaannya mengambil sampah-sampah di lingkungan membuat para penghuni resah. Keresahan mereka bahkan dibahas dalam forum pertemuan dan kegiatan lingkungan. Berjenjang hingga ke ketua RT terus sampai kepala keluarahan setempat. Lalu mereka sibuk menghubungi tukang sampah untuk bersedia kembali bekerja.

Mendengar keluhan tukang sampah lingkungan, memang demikian orang masih dinilai dari profesinya. Tukang sampah masih dianggap sebagai profesi orang kecil dan disepelekan. Mereka dianggap tidak memberi pengaruh berarti bagi lingkungan. Mereka ditunjuk dari orang yang harus mau "nrimo" saat ada masalah penghargaan dengan profesinya. Penilaian ini harus berubah. (Pulung Chahyono, www.pulung-online@blogspot.com, mitra_ulung@yahoo.com)

No comments: