Monday, May 19, 2014

Setitik Tendensi Berita

Ramai diberitakan pemimpin daerah ngamuk kepada perusak taman dan pemimpin daerah lainnya bersitegang dengan pemukim liar. Juga dimuat dalam berita tentang kemarahan pemimpin dengan PKL dan pembuang sampah sembarangan. Justru penekanan beritanya dan yang ditanggapi adalah ngamuknya, emosinya, dan marahnya. Kenapa energi berita dan pembahasannya tidak diarahkan dan ditekankan kemana birokrasi dibawahnya? Bagaimana mendukung ketertiban di masyarakat?

Memang sulit dipahami jika ada penerbit berita yang menyatakan indenpenden. Tidak memihak perorangan atau kelompok, atau apalagi memihak pelawak. Ini hanya bisa ditingkat visi penerbit berita, tapi prakteknya sangat sulit mengejawantahkannya. Menjadi impossible, saat berita dibuat oleh individu-individu jurnalis yang sulit menjadi independen, dengan tendensi kepentingannya. Bisa saja tendensi individual atau untuk institusional. Meskipun sekedar tendensi agar bisa berating tinggi, berita dikontrovesikan.

Berita sulit mengidependenkan ketika berita dikeluarkan penerbit berita yang didominasi oleh orang atau kelompok, kemudian memberitakan orang atau sesuatu yang tidak berada sejalan dengan kelompoknya, atau juga sebaliknya. Telah banyak situs penerbit berita yang beredar online yang bisa dilihat demikian. Bahkan kalau tulisannya tidak sejalan, penulis yang membuat berita bisa tidak dipakai lagi, atau beritanya tidak akan pernah lolos proses editing. Dan karena naluri manusiawinya, penulis cenderung memposisikan dirinya aman.

Kembali ke pemberitaan para pemimpin yang lebih ditonjolkan dia marah, ngamuk dan emosi saat berusaha menerapkan ketertiban di masyarakat. Beritanya menjadi aneh; tidak hanya sedekar tidak independen. Mungkin saja pemimpin yang diberitakan tidak serah dengan penerbit berita atau jurnalisnya. Namanya juga manusia, jurnalis juga berhak menjadi searah atau simpati terhadap kelompok tertentu. Juga bisa nyaleg. Namun harusnya ketertiban masyarakat diberitakan seperti seharusnya.

Bahkan ada komentator bahwa para pemimpin itu tidak cerdas dalam mengelola emosi dan kemarahannya. Jadi teringat, saat ada seseorang yang berusaha mengingatkan para pengendara motor yang menggunakan trotoar, dan malah orang tersebut dikatakan gila. Memang berita yang demikian tidak banyak, hanya sekelumit diantara berjejalnya pemberitaan oleh berbagai penerbit berita. Namun bisa karena tendensi setitik dalam berita yang tidak tepat, rusak pemberitaan seluruhnya. (Pulung Chahyono; www.pulung-chahyono.blogspot.com; mitra_ulung@yahoo.com)

No comments: