Saturday, July 17, 2010

"Embah" Itu Telah Tiada

Kotak kayu mirip peti mati besar berisi harimau berukuran pas hingga hewan ini tidak bisa berbalik arah di dalamnya diletakkan di alun-alun. Kotak dikelilingi oleh barisan laki-laki bersenjata tombak. Cukup luas kelilingan orang itu kira-kira berdiameter 100 meter. Kemudian muncul orang berpakaian lengkap berjalan menuju kotak diikuti dua orang di belakangnya; satu membawa sepanggul jerami dan lainnya memegang obor. Jerami diletakkan tepat di depan kotak dimana arah kepala harimau. Orang yang berpakaian lengkap membuka pintu geser belakang kotak dan perlahan menggantikan dengan tutup kain gelap. Jerami dibakar pembawa obor. Mereka bertiga lalu keluar arena.


Pertunjukan ini diiringi musik jawa. Karena makin panas saat api membakar sisi kotak dan asap masuk ke dalamnya, harimau mundur dan keluar dari kotak di sisi belakang. Setelah keluar sepenuhnya, sesaat harimau terlihat asing, mengamati sekitar, mengaum, mengibaskan badan dan melangkah ke arah berlawanan dengan matahari. Lalu berlari congklang dan berusaha akan melompati barisan orang bertombak namun terlebih dulu tertusuk ujung tombak. Harimau berlari dan mengulangi lompatannya ke arah lain namun lebih enam tombak menancap di dadanya. Dan dalam upaya lompatan ketiganya untuk membebaskan diri, the nobble beast ini mati dengan banyak luka bekas tombak.

Aturan dalam pertujukan ini orang tidak boleh mendekati harimau, tetapi saat harimau mendekat orang bisa menancapkan tombak hanya dalam jangkauannya. Pertunjukan "tiger fight" menjadi tontonan favorit semua kalangan waktu itu. Ribuan penonton di awalnya menyaksikan was-was tak bersuara. Kemudian mulai bergemuruh saat harimau keluar dari kotaknya. Sebagian melihat dengan memanjat pohon. Sebagian lainnya berada di atas kereta. Mereka juga ada yang melihat dari atas punggung kuda. Ribuan lainnya berdiri di pinggiran. Sementara kepala residen, pamong praja dan pejabat bangsa Eropa berada di tenda undangan menyaksikan pertunjukan tiger fight (rampogan macan) ini.

Tahun 1824 G. F. Davidson dari Batavia melakukan perjalanan ke Semarang. Disinilah mulai cerita tentang "Embah" Harimau Jawa itu, macan loreng hitam kuning yang hidup di hutan belantara Jawa. Dia menyaksikan pertunjukan "tiger fight" di alun-alun. Harimau buas yang baru ditangkap dari habitat asalnya di hutan rimba, dan dibawa ke alun-alun sehari sebelum pertunjukan. Saat itu, juga sering ada pertunjukan harimau diadu dengan banteng, namun dia belum beruntung untuk bisa menyaksikan ini. Tiger fight menjadi kenangan yang paling kuat dan tersendiri dalam ingatannya. Cukup terinci dan panjang dia bercerita tiger fight dalam bukunya “Trade and Travel in the Far East” yang saya unduh dari situs Gutenberg.

Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) adalah harimau endemik pulau Jawa dan tentunya "pernah" hidup dan berkeliaran di hutan-hutan Jawa. Ukuran badannya lebih besar dari harimau Sumatra. Beberapa referensi dan hasil penelitian menyatakan berbeda-beda tentang keberadaan harimau jenis ini. Ada yang menyatakan sudah punah sejak 1960-an, 1970-an, dan 1980-an. Jadi "Embah" itu sudah tiada kini. Namun ada juga yang menyatakan masih pernah melihat hewan ini sekitar 1990-an, dan lainnya berpendapat harimau itu masih ada sampai kini. Yang jelas, kemungkinannya memang sangat kecil harimau ini belum punah. Dan, who knows kemungkinan sangat kecil ini akan jadi nyata. (Pulung Chahyono, www.pulung-online.blogspot.com, mitra_ulung@yahoo.com)

No comments: