Friday, December 18, 2009

Nyalakan Nasionalisme Tugu Lilin

Saat jalan santai pagi di sepanjang jalan Dr. Wahidin, Laweyan, Solo, saya tertarik membaca lebih dekat tulisan yang tertera di sisi barat Tugu Lilin di jalan pertigaan Penumping. "Tugu Kebangkitan Nasional, Peringatan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, 25 Tahun, 20 Mei 1908-1933". Tugu itu bentuknya bulat panjang ke atas mirip lilin, seperti namanya Tugu Lilin yang dikenal masyarakat. Tugu dibangun tanggal 20 Mei 1933 untuk memperingati 25 tahun berdirinya pergerakan Boedi Oetomo. Sekaligus untuk membangkitkan semangat perjuangan nasional dan pengabdian kebangsaan. (Foto: Tugu Lilin, monumen sejarah kebangkitan nasional berlatar semburat keemasan sinar mentari pagi, medio Desember 2009).

Pergerakan Boedi Oetomo lahir dari hasil pertemuan dan diskusi yang sering dilakukan oleh para tokoh pemuda di Jakarta. Mereka memikirkan dan membahas nasib bangsa pribumi yang sangat buruk dan selalu dianggap bodoh dan tidak bermartabat oleh bangsa lain. Kemudian mereka mencari cara dan sarana untuk memperbaiki keadaan bangsa pribumi yang amat buruk dan diperlakukan tidak adil oleh penguasa kolonial. Sedangkan para birokrat (pamong praja) kebanyakan hanya memikirkan kepentingan sendiri dan jabatannya. Mereka justru mendukung pemerintah kolonial dengan menekan rakyat dan bangsa sendiri, dengan menarik pajak sebanyak-banyaknya untuk menyenangkan hati atasan dan para penguasa kolonial.

Seabad lalu benih nasionalisme itu telah ditaburkan oleh para tokoh pemuda. Mereka telah menyulut api nasionalisme. Sekali tersulut, pantang untuk padam! Untuk itu, mereka membangun organisasi pemuda Boedi Oetomo tepatnya 20 Mei 1908 dengan pendirinya Dr. Soetomo. Tanggal ini kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional di negeri ini. Sedangkan Tugu Lilin itu menjadi simbol menyalanya nasionalime dengan semangat persatuan dan kesatuan Nusantara. Konon, saat berkesempatan berkeliling Nusantara, KRMH Woerjaningrat, penggagas pendirian tugu ini, selalu mengambil sejumput tanah di setiap daerah yang dikunjungi. Setiap jumput tanah dari seluruh daerah Nusantara dikumpulkan dan diletakkan di dasar pondasi tugu.

Untuk meresmikan tugu monumental ini Dr. Soetomo datang dari Jakarta ke Solo di tahun 1933 dan saat meresmikan berucap, ''Van Solo begin de vyctory" (Dari Solo kemenangan dimulai). Memang terasa ada semangat kemenangan kebangkitan nasional pada monumen berketinggian sekitar 8 meter itu. Tugu ini berada di halaman depan Sekolah Teknologi Menengah (STM) "Murni" Surakarta, di bawah naungan Yayasan Perguruan Murni, yang didirikan tanggal 19 Desember 1915. Dilihat dari tahun yang tertera, pendirian sekolah lebih dulu dari tugu nasionalisme ini. Seperti ada pesan jelas bahwa nasionalisme harus mulai ditanam dan dipupuk di sekolah-sekolah. Nasionalisme harus tumbuh kuat agar generasi bangsa mampu memaknai nasionalisme secara utuh. Lihatlah tiada negara besar dan maju, yang semangat nasionalisme bangsanya lemah dan terpecah!

Senyatanya cita-cita para pejuang kebangkitan nasional itu belum berhasil penuh. Di negeri ini masih terasa ada pribumi dinomor-sekiankan atau bahkan ada pribumi yang merasa tidak setara dengan bangsa lain. Di sektor industri, dagang, administrasi pemerintahan, dan perbankan, masih terlihat bangsa lain dilayani berlebih atau bahkan dipertuankan. Sulit dipungkiri, ini sisa pengaruh budaya stratifikasi sosial yang dulu diciptakan penguasa kolonial di negeri ini: Golongan I orang barat asing, Golongan II orang timur asing, dan Golongan III pribumi. Waktu itu, juga diikuti perbedaan hak dan kewajiban; superioritas orang asing dan inferioritas pribumi. Bukankah itu di era kolonial? Benar, kini stratifikasi sosial itu telah enyah dari negeri ini, bahkan juga di seluruh dunia. Ayo bangkit! (Pulung Chahyono, www.pulung-online.blogspot.com)

3 comments:

Budi Spoil 85 said...

Hahaha... wong aku urip ning Laweyan 3 tahun gak tau perhatian, sampeyan kok njlimet men to Ji... !

pulung said...

Lha wong lek pas ning Solo saben ndino ngiwati kono lho... Seberang dalan pojokan sisih kidule ono Sate & Gule Kambing "Pak Brintik" uenak tenan... tapi lek rodho sore satene wis enthek...

budi said...

Siiip bgt mas..