Thursday, July 9, 2009

Mengenang Pasar Pahing

Pasar Pahing menempati sebagian lahan yang dulunya areal pabrik minyak kelapa milik pengusaha Belanda yang diratakan setelah jaman kemerdekaan. Saya ingat sampai awal 1980-an, orang masih menyebut pemukiman di belakang dan samping pasar dengan "kampung pabrik". Pinggir utara pasar dulu langsung berbatasan dengan jalan gang, sedang bagian timur juga terdapat jalan gang. Di tengah pasar ada bangunan yang di dalamnya terdapat los-los pedagang pasar. Pasar ini persis ada di bagian utara dan timur perempatan jalan besar desa Pakunden, kota Blitar. Demikian juga orang menyebut jalan simpang ini dengan "Prapatan Pasar Pahing". Lokasi pasar sangat strategis, dari arah utara, barat dan selatan ada desa-desa penghasil bumi yang hasil panennya dijual melalui pasar ini.

Kegiatan jual-beli sampai meluber ke jalan-jalan sekitar Prapatan Pasar Pahing, terutama hari Pahing yang menjadi namanya. Pinggir jalan barat perempatan pagi subuh menjadi tempat mangkal obrokan hasil bumi; bengkoang, ketela, nanas, rambutan, mangga, kelapa dari desa-desa barat Blitar. Pinggir jalan selatan perempatan pagi sekali juga sudah ditempati para penjual kayu bakar dan gulungan daun jati. Ya, dulu daun jati digunakan sebagai pembungkus barang dagangan dan makanan. Obrokan para penjual ayam, bebek, menthok ada di pinggir jalan utara perempatan. Para pembeli borongan langsung bertransaksi dengan penjual di tempat mangkalnya dan mereka menjualnya lagi di pasar lain dan kios mereka. Sedang pinggir jalan timur perempatan tempat bongkar-muat barang yang biasanya dijual di los-los pasar Pahing, yang umumnya dipasok dari arah timur pasar.

Di tengah pasar ada pohon beringin besar rimbun sekali. Kokoh berdiri, tepatnya sedikit ke arah sudut utara-timur areal pasar. Akar-akar tunjangnya sebagian terlihat di atas tanah, saling bertumpuk dan berjajar dari pangkal pohonnya menjalar ke segala arah, kemudian hilang menyusup masuk ke tanah. Akar-akar ini bak ratusan ular berbagai ukuran saling melilit mengarah dan menopang ke pangkal pohonnya. Dahan, ranting dan daun hijaunya menyebar luas ke semua sisi pohon sampai radius bermeter-meter. Ribuan julur akar gantungnya menjuntai dari dahan atas sampai permukaan tanah. Juntaian akar julurnya ini seperti tirai-tirai yang bisa disibak ketika kita melaluinya. Buah-buah kecil beringin yang berwarna merah kehitaman terlihat jatuh berserak diatas tanah bercampur dengan guguran daunnya yang telah kering.

Pohon beringin ini mampu membuat suasana teduh Pasar Pahing. Panas terik matahari dan derasnya hujan seolah tidak bisa menembus rimbunnya ranting dan daun Beringin. Enam orang yang saling bergandeng-tangan mungkin baru bisa melingkari penuh batang pohonnya. Jika sore menjelang, sekawanan demi sekawanan burung blekok terlihat terbang ke arah pohon ini, hinggap dan bersarang di dalam rimbunnya daun. Saat pagi umun-umun, burung-burung blekok terbang meninggalkan sarangnya menuju areal persawahan dan sungai untuk mencari makan. Tak ketinggalan, anak-anak riang bermain di bawah pohon Beringin sore saat pasar sepi. Mereka bermain ayunan dengan menggelayut di julur-julur akarnya. Burung-burung blekok dan anak-anak yang damai!

Mendekati malam, warung-warung nasi, tahu lonthong, wedang ronde, bakul soto, bakul kembang dan penjual rokok buka di dalam pasar. Mereka berjualan sampai hampir pagi. Para pedagang mainan anak kelilingpun banyak yang bermalam sekaligus membuat mainan di dalam los-los Pasar Pahing. Pasar selalu ramai dikunjungi orang-orang desa sekitar untuk menikmati makanan atau sekedar duduk-duduk. Mereka ngobrol dan berkelakar di warung-warung ini sampai kantuk. Juga becak banyak mangkal di perempatan Pasar Pahing. Seolah ramainya Pasar Pahing enggan berakhir, siang menyambung malam, kemudian menjelang pagi berganti pelaku jual-beli. (Pulung Chahyono;
http://www.pulung-online.blogspot.com/; mitra_ulung@yahoo.com)

2 comments:

Cioara Andrei said...

Foarte interesant subiectul prezentat de tine.M-am uitat pe blogul tau si imi place tare mult
Sigur am sa mai revin. O zi buna!

pulung said...

Jaman selalu berubah sesuai kodratnya! Dulu anak-anak bermain bergelantungan di akar-akar gantung pohon Beringin. Kini anak-anak bermain itu di climbing frame dan trapeze ring di recreational park dan play ground.