Sunday, November 2, 2025

Kebingungan Ayam Kalkun

Ayam Kalkun berlarut dalam kemelut krisis identitas. Orang Indonesia menyebut ayam "Kalkun", kata serapan dari bahasa Belanda "Kalkoen" (Calicut Hen) merujuk nama kota Kalkuta di India. Orang India menyebut ayam ini dengan "Peru Pakhsi" merujuk ayam Peru. Orang Turki menyebut ayam Kalkun dengan "Hindi" merujuk India.

Orang Inggris membuat dagingnya menu hidangan acara Syukuran (Thanksgiving) dan Natalan (Christmas) menyebut ayam "Turkey" merujuk negara Turki. Orang Perancis menyebut "Ayam India (poulet d inde). Orang Arab menyebut "Ayam Roma", orang Yunani menyebut "Ayam Perancis" dan orang Jepang menyebut "Ayam Cina".

Dari mana asal-muasal nama dan ayam ini? Carut marut nama bermuara dari sejarah perdagangan global dan budaya lokal cenderung menamakan sesuatu dengan tempat yang dianggap asalnya. Tahun 1500-an orang Eropa mengimpor jenis-jenis unggas dari Afrika Barat melalui para pedagang Turki Utsmaniyah. Karena rute perdagangannya melalui Turki, orang Eropa menyebutnya "unggas/ayam Turki"

Era penjelajah Spanyol telah berada di Amerika Utara, membawa komoditas ayam Amerika Utara mirip "unggas/ayam Turki" ke Eropa. Orang Eropa juga menyebutnya ayam "Turkey" untuk ayam dari Amerika Utara. Walau ayam tidak berasal dari Afrika Barat komoditas pedagang Turki Ustmaniyah, ayam dari Amerika Utara juga dinamakan berbahasa Inggris "Turkey" karena kejumbuhan dengan jenis unggas Afrika Barat.

Kala itu peta dunia masih "berkabut", para penjelajah Eropa termasuk Portugis kadang melenceng rute jalur perdagangannya berpikir telah sampai India. Dalam perjalanan jalur dagangnya mereka mencampur barang-barang dari Afrika, India, Amerika dan daerah Kekaisaran Usmaniyah. Ayam Kalkun tidak tahu orang menamakan apa dirinya, jika mengetahui akan bingung cengung. (Pulung Chahyono, www.pulung-online.blogspot.com, mitra_ulung@yahoo.com)

Monday, February 24, 2025

Lima Burung Halaman

Kabar burung pun ada masanya. Tahun 1960-an, burung-burung liar masih banyak terlihat dan bekicau di halaman rumah. Bahkan lagu-lagu nostalgia ada yang bercerita tentang indahnya kicau burung menyongsong pagi hari dari pepohonan halaman rumah. Saat itu masih banyak pohon tumbuh di halaman dan rumah-rumah pemukiman belum sepadat sekarang.

Kemudian tahun 1990-an, burung liar mulai hilang dari halaman rumah seiring dengan mulai hilangnya pepohonan dari halaman rumah yang semakin padat. Juga karena dibedil atau disangkarkan. Lalu tahun 2020-an burung liar mulai menemukan habitatnya lagi halaman rumah. Penduduk mulai menanam kembali pepohonan di halaman rumah pedesaan dan perkotaan, seiring program penghijauan. Juga mulai digemari pohon buah berbagai varietas unggul manarik dibudidayakan dalam pot (tabulampot) atau langsung ke tanah tanpa pot di halaman rumah.

Saat ini, sepenglihatan saya paling tidak ada lima jenis burung liar yang mulai terlihat menghiasi halaman rumah. Saya buatkan "bird feeder" dibawah pohon dengan isian biji2an saya beli dari toko pakan burung. Pertama, Burung Gereja memiliki tingkat adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya. Berwarna cokelat-kelabu dan berekor pendek. Pemakan biji dan serangga kecil. Burung yang tidak takut bersarang dekat atau di bangunan perumahan.

Kedua, Burung Emprit Hitam kecokelatan. Pemakan biji-bijian. Pernah bersarang di lampu gantung dalam rumah. Ketiga, Burung Emprit Haji. Dinamakan demikian karena bagian kepala hewan ini berwarna putih, seolah memakai peci putih sepulang haji. Burung yang bermitos baik, Emprit Haji bersarang di pohon halaman rumah.

Keempat, Burung Perkutut. Kepalanya berwarna abu-abu dan punggung cokelat. Mereka hidup berpasangan atau berkelompok kecil. Kelima, Burung Tekukur. Sejenis burung merpati kecil warna cokelat kemerah-jambuan. Bercak hitam putih khas pada leher. Burung Tekukur mencari makan di permukaan tanah halaman, terlihat selalu berpasangan. Menanam pohon di halaman membuat lingkungan kembali hijau segar dan dapat mengembalikan kicau burung tanpa harus menyangkarkannya. (Pulung Chahyono, M.Kes., mitra_ulung@yahoo.com, www.pulung-online.blogspot.com)

Thursday, October 31, 2024

Etimologi: Mendoan, Manda & Mendo

Dua istilah yang ini untuk kuliner Solo: Tempe mendoan dan teh manda. Kuliner ini sudah cukup digemari di daerah Solo dan Jawa Tengah umumnya. Kalau kita ke tempat-tempat kuliner di solo, mulai dari wedangan, cafe sampai rumah makan hampir semuanya ada menu ini; ini cukup banyak ada peminatnya. Teh manda dipesan lebih dulu saat memilih minuman sedangkan tempe mendoan biasanya sudah terhidang siap dinikmati.

Secara lughowiyah, manda dan mendoan berkatadasar terdiri dari 3 huruf, yaitu "mim", "nun" dan "dal". Secara semantik bermaknadasar sesuatu atau proses yang "tidak sepenuhnya", "sedang" atau "setengah". Jadi merujuk pada level rasa manisnya, teh bergula sedang disebut "teh manda", dan merujuk proses menggorengnya setengah matang tempe bertepung disebut "tempe mendoan".

Secara pelafalan, kata "manda", huruf a-nya dilafalkan seperti bunyi vokal dalam kata "botol", dan kata "mendoan" huruf o-nya dilafalkan seperti bunyi vokal dalam kata "soto". Dalam bahasa Jawa, untuk kata ini penulisannya interchangable antara huruf vokal "a" dan "o", yang keduanya bisa dilafazkan dengan bunyi yang sama. Sehingga huruf vokal tertuliskan "o" bisa dilafazkan berbeda bunyinya, seperti antara kata "joko" dan kata "bodo"

Seperti huruf Arab berharokat fathah yang ditransliterasi latin; tho, dzo, dhod, shod, qof, kho, adalah huruf dengan bunyi bertekanan, juga huruf "lam jalalah". Bunyi bertekanan karena ada hukum bacaan "tafkhim" berbunyi tebal menyerupai "o" seperti bunyi lafal "botol". Pelafalan sifatul huruf-nya dengan mengangkat lidah ke langit-langit mulut (isti'la) dan menekan bunyi yang cukup kuat dengan mengumpulkan bunyi diantara langit-langit dan lidah (ithbag).

Yang kata "mendo" juga istilah kuliner? Bukan. Namun ini juga kata bahasa Jawa yang masih satu akarkata dengan kata manda dan mendoan. Artinya juga sedang atau setengah, "mendo" (lafaz bunyi "o" seperti dalam "soto") bermakna tingkat pengetahuan/kecakapan seseorang yang masih “sedang” atau “setengah” cakap. Setelah proses belajar atau pengalaman, orang yang mendo akan menjadi orang yang lebih tahu/cakap. (Pulung Chahyono, M.Kes., mitra_ulung@yahoo.com, pulung-online.blogspot.con)

Friday, January 12, 2024

Bebek Soponyono "Siapa Sangka"

Siapa sangka, kuliner Bebek Soponyono akan laris manis. Parkiran penuh. Khas bebek goreng Madura dengan bumbu hitamnya. Sambalnya yang pedas tidak digerus terlalu halus masih terlihat jelas kulit cabenya. Tekstur daging bebek gorengnya empuk digigit. Sangat gurih. Menjadi lebih terasa gurih dinikmati di panggung bambu teratap di pinggir laut. Makan sambil menikmati suasana pantai dengan semilir hembusan anginnya.

Siapa sangka, bisa mendengar suara penyanyi yang menghibur di Bebek Goreng Soponyono. De sela nyanyinya, memberikan ucapan selamat jalan ke para pengunjung yang mau pulang. Suasana jadi lebih nyaman menikmati Bebek Soponyono. Penyanyi berperalatan karaoke sederhana berpakaian sekilas mirip cowboy. Memakai topi laken, baju garis-garis, dan rompi seperti nyambung dengan budaya Karapan Sapi Madura.

Siapa sangka, dulu akan ada jembatan Suromadu menghubungkan pulau Jawa dan Madura untuk dilewati kendaraan bermontor. Bertahun sebelum jembatan Suramadu dibangun, menyeberang selat madura dengan kapal penyeberangan laut. Inilah jembatan pertama di Indonesia yang dibangun di atas laut selat Madura sepanjang 5.438 meter. Jembatan terpanjang di Indonesia saat ini.

Siapa sangka, pantainya akan menjadi lebih ramai. Pantai di dekat jembatan Suramadu selalu terlihat ramai dikunjungi orang. Terutama pantai-pantai dekat jembatan di pulau Madura dan pulau Jawa. Orang-orang menikmati suasana pantai dekat jembatan bersama teman dan keluarga. Suasana ramai pantai ini bisa dilihat saat menyeberangi akhir bagian jembatan di pantainya.

Siapa sangka, saya dan keluarga akan ke pantai Bangkalan ini. Awalnya hanya ingin nyambangi anak yang kuliah di Surabaya. Lalu ingin mutar2 melihat situasi ramainya kota Surabaya. Sambil menikmati kuliner di Surabaya. Kemudian ingin menyeberangi jembatan Suramadu. Mengalir saja, akhirnya ingin menikmati Bebek Goreng Soponyono yang lokasinya di pantai Bangkalan Madura dekat Jembatan Suromadu. (Pulung Chahyono, M.Kes., pulung-online.blogspot.com, mitra_ulung@yahoo.com)

Tuesday, December 5, 2023

Ban Njero Kelemon

"Ban njerone kelemon niki" ujar tukang ban di pinggir Jl Slamet Riyadi Solo. Saya agak kurang paham. Saya tanya ke tukang ban "Pripun nggih maksudte kelemon niku?" Tukang ban menjelaskan kalau ban dalamnya ukurannya lebih besar dari yang seharusnya. Tidak sesuai dengan ukuran ban luar yang lebih kecil, jadi ban dalamnya "kelemon" (kegemukan).

Ban motor saya gembos di tengah perjalanan. Saya tahu ada tukang tambal ban yang terdekat. Tetap saja saya naiki motor prelan-pelan. Sampai di tempat tukang tambal, ban dalam dibuka, dilepas dan dites dengan dicelupkan air di ember keluar gelembung udara "blekuthuk-blekuthuk". Terlihat ada sobek tepat di garis sambungan ban dalam. Tukang ban dengan cepat menambal ban belakang motor saya.

Ban dalam non tubeless berfungsi menampung tekanan udara ban biasanya antara 30 psi (ban depan) dan 40 psi ban belakang. Jika ban dalam dalam ukuran yang sesuai dengan ban luar akan berada pas pada sisi dalam ban luar. Ini akan mengurangi kemungkinan terjadi kerusakan pada pada ban luar dan ban dalam itu sendiri. Ban dalam motor dengan tekanan menjadi penopang beban motor, orang atau barang yang diangkut oleh motor.

Memilih ukuran ban dalam sama ukuran ban luar, tentunya juga harus sesuai dengan jenis motor. Tukang ban akan mudah mengetahui setiap ban dalam yang sesuai ban luarnya. Jika ingin mengetahui sendiri bisa melihat ukuran ban luar yang terdapat dibagian samping ban. Di ban motor saya terdapat angka 80/90-14, artinya ban motor memiliki ukuran pelek 14 inci dengan lebar ban 80 mm dan tinggi ban 90% dari lebar ban. Ban dalamnya harus sesuai ukurannya dengan ban luar.

Saat ini kendaraan motor banyak menggunakan ban tubeless, tidak ada ban dalamnya. Satu ban untuk ban dalam dan ban luar. Namun karena suatu alasan mendesak, ban dalam pun masih bisa dipasang untuk ban tubeless. Pernah ban tubeless motor saya karena sudah tidak pas melekat di ring peleknya akhirnya dipasangi ban dalam. Yang jelas kelebihan ban tubeless tidak perlu memakai ban dalam. Lebih cepat dan praktis menambalnya. Yang lebih jelas, ban tubeless terhindari dari risiko "ban njero kelemon". (Pulung Chahyono, M.Kes., mutra_ulung@yahoo.com, pulung-online.blogspot.com)