Beberapa minggu sebelum lebaran, terlihat irisan-irisan tipis buah gadung dijemur di depan rumah-rumah kampung. Disusun berjajar-jajar rapi diatas papan-papan anyaman gedhek bambu berukuran sekitar dua kali satu meter. Bentuk irisan ada yang bulat dan juga lonjong, dilumuri abu bekas kayu bakar yang diambil dari dalam tungku luweng. Demikian irisan gadung berwarna hitam keabu-abuan. Ratusan, bahkan ribuan irisan gadung terhampar di halaman depan rumah, dijemur dibawah terik matahari. (Foto: Tanaman Gadung)
Selepas bedhuk siang, seseorang membalik irisan gadung. Satu per satu dari semua hamparan irisan gadung, agar kering pada kedua sisinya. Bau gadung dan abu yang terjemur menyebar di sekitar. Sore hari, papan-papan anyaman bambu dimana irisan gadung tetap di atasnya dimasukkan ke dalam teras rumah. Esoknya ketika pagi mulai panas, papan-papan anyaman bambu dikeluarkan dari teras rumah dijemur kembali. Ini dilakukan antara dua sampai empat hari. Sampai irisan-irisan gadung benar-benar kering.
Setelah kering, irisan-irisan gadung direndam air. Untuk menghilangkan abunya, yang ternyata berfungsi menyerap getahnya yang beracun. Tempat merendam irisan gadung biasanya di sungai irigasi sawah. Tentunya, sungai irigasi sawah dulu cukup bersih. Setelah abu terlepas terbawa arus air sungai, irisan gadung menjadi terlihat putih. Lalu irisan gadung dibawa pulang dan dikukus. Irisan gadung yang telah dikukus dijemur kembali sampai kering, dan siap untuk disimpan dan digoreng untuk jajan lebaran.
Gadung (Dioscorea hispida) tergolong tanaman umbi-umbian yang banyak ditanam di tanah tegalan belakang rumah-rumah kampung. Tumbuhan gadung menjalar memanjang pada pepohonan keras di sekitarnya. Batang pohon jalarnya berduri. Daunnya berbulu halus dan bisa menyebabkan gatal jika terkena kulit. Tanaman Gadung menghasilkan umbi yang bisa dimakan, namun mengandung racun yang menyebabkan kepala pusing dan muntah-muntah jika tidak benar cara pengolahannya.
Jauh sebelum ada teknologi membuat kripik dari berbagai macam buah, orang kampung telah mampu membuat kripik buah gadung. Bahkan ini dari buah mendemi karena beracun. Orang di kampung saya biasa menyebutnya Opak Gadung. Mereka memiliki cara menghilangkan racunnya dan mengolahnya menjadi gurih rasanya. Opak Gadung dulu menjadi menu yang populer dinikmati saat lebaran. Bersama jajan kampung khas lainnya yang disuguhkan saat lebaran; jenang, renginang, wajik dan sebagainya. (Pulung Chahyono, http://pulung-online.blogspot.com, mitra_ulung@yahoo.com)
No comments:
Post a Comment