Seakan bencana terus saja terjadi di negeri ini. Mulai kecelakaan tragis angkutan darat, laut, dan udara karena cuaca katanya. Robohnya gedung serta kebakaran bangunan dan hutan mengorbankan manusia dan lingkungan. Banjir bandang dan air meluap menggenangi pemukiman berakibat lumpuhnya kehidupan. Jebolnya tanggul air yang melanda perumahan. Longsor tanah dan lumpur dari lereng perbukitan dengan korban jiwa dan harta benda. Wajar jika lalu terbetik pikiran dan pertanyaan apa kesalahan manusia hingga harus menanggung bencana berat dan terus-menerus?
Heinrich (1931) dengan teori empirisnya bahwa "an accident is the end result of a chain of events". Suatu kecelakaan (accident), dalam skala besar disebut bencana (disaster), hanyalah akibat semata yang disebabkan rangkaian kejadian sebelumnya. Tidak begitu saja terjadi. Ini lalu dilanjutkan Frank Bird melalui penelitian berbagai kecelakaan di seluruh dunia bahwa faktor penyebab terbesar adalah perilaku tidak selamat manusia 88%, kondisi berbahaya 10% (bisa dikendalikan manusia), serta diluar kendali manusia 2%. Jadi kecelakaan atau bencana disebabkan oleh rangkaian kejadian "tidak selamat" sebelumnya dan manusialah pelaku utamanya.
Bahkan 14 abad lalu, Gusti Allah telah memperingatkan manusia melalui firman-NYA: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar" (Q.S. Ar-Rum [30]: 41). Perbuatan tangan manusia harus dipahami secara menyeluruh disamping makna perbuatan destruktifnya, juga kelalaiannya melakukan perbuatan preventif. Kelalaian manusia sebagai pengemban rahmatan lil alamin. Tentu termasuk kelalaiannya membuat tata aturan, sarana dan tindakan pencegahan agar hasil budaya dan perilakunya tidak bersifat merusak dan tetap mempertimbangkan keselamatan manusia dan alam.
Setelah terjadi bencana sering terbincang korban jiwa sekian orang, sejumlah rumah rusak, dan sekian besar biaya ruginya. Ini akibat langsungnya saja! Ibarat hanya ujung kepala gunungnya saja, belum perut dan kaki gunungnya. Benar, mereka hanya berbincang akibat di daerah "permukaan" saja. Akibat tidak langsungnya bisa diibaratkan sebagai perut dan kaki gunung itu. Disitu justru lebih berlibat-ganda akibat yang harus ditanggung; orang kehilangan sanak keluarganya, anak terhenti sekolahnya, mereka cacat badannya, orang kehilangan mata pencahariannya, hasil budaya yang hilang. Lebih banyak lagi mutiplier efects yang berimbas!
Ketika alam menjadi garang menebar bencana, saat itulah titik dimana manusia tak akan mampu lagi mencegahnya (Point of No Return). Tidak akan pernah bisa mengembalikannya seperti sediakala walau dibantu pihak manapun. Ibarat nasi telah menjadi bubur, tak bisa dikedang lagi. Dan bencana itu telah menebarkan kerusakan dan kepedihan. Lebih parah sampai tingkat yang tiada terkira nilai dan lamanya waktu. Bahkan sampai anak cucu! Manusia harus menanggung akibat perbuatan destruktif maupun kelalaian preventif yang harus dilakukan sebelum Point of No Return. Dan sebaik-baik upaya adalah mencegahnya. (Pulung Chahyono, www.pulung-online.blogspot.com)
-
No comments:
Post a Comment