Doa dan cinta kasih sang Ibu selalu berada dalam jiwa Sarip. Dialah satu-satunya orang tua Sarip setelah Bapaknya meninggal ketika dia masih kecil. Tertanam dalam ingatannya ketika Ibu menggendongnya ke pasar untuk menjual hasil kebun, menjolok jambu untuknya, dan mengusap ingusnya dengan ujung jariknya yang lusuh. Sang Ibu yang selalu menunggu Sarip tertidur pulas dan merapikan selimut sarungnya sebelum dia sendiri memejamkan matanya. Pagi hari sang Ibu selalu memetik sayuran segar di kebun belakang rumahnya sebelum Sarip bangun, dan berusaha menyajikan sarapan terbaik yang dia bisa dapatkan untuk anaknya. Semua itu dia lakukan demi cintanya kepada Sarip kecil sampai dewasa.
Tanpa bisa ditahan, Sarip sang pemuda dari dusun Tambak-Oso itu murka ketika dia mendengar bahwa Ibu tercintanya disiksa oleh Lurah Gedangan. Dia segera bergegas mencari Ibunya. Setelah tahu kondisi Ibunya yang tersiksa, dia langsung menghajar dan membunuh lurah Gedangan itu! Karena Sarip merasa sangat tidak rela Ibunya disiksa oleh Lurah Gedangan hanya karena Ibunya yang miskin terlambat membayar pajak. Pemuda itu sangat menyayangi Ibunya seperti demikian cinta sang Ibu kepadanya. Selama hidupnya dia mencurahkan segala hidupnya untuk kebahagiaan Ibu tercinta.
Namun sayang setelah lama dia menjadi buron, Sarip akhirnya tertangkap kompeni Belanda. Dia dipenjarakan. Kompeni itu meminta bantuan saudara Sarip untuk mengetahui rahasia kesaktian Sarip yang mampu hidup lagi. Akhirnya diketahui bahwa kesaktian Sarip itu terletak pada jeritan kasih sayang Ibunya. Dia akan tetap hidup dengan kasih-sayang Ibunya. Lalu, Ibunya ditangkap dan dibunuh terlebih dulu oleh kompeni Belanda. Sehingga ketika Sarip tertembus peluru kompeni, tiada lagi jeritan kasih sayang Ibunya yang memanggil namanya untuk bangkit dari matinya. Sarip pun mati menyusul Ibu tercintanya.
Di Hari Ibu, ketika kita membaca cerita-cerita dari negeri seberang tentang kasih-sayang Ibu yang menggugah hati, kita mungkin tak sadar bahwa di negeri inipun banyak cerita tentang cinta tulus sekaligus keperkasaan sang Ibu kita sendiri. Salah satunya seperti cerita rakyat (folklore) yang biasa dipentaskan dalam seni Ludruk ini. Jeritan kasih sayang sang Ibu yang mampu membangkitkan sang anak dari kematiannya. Sesungguhnya hikmah cerita ini ingin menggambarkan betapa kasih sayang sang Ibu mampu menembus batas-batas yang tak terbayangkan. Suara kasih sang Ibu mampu menerangi ruang-ruang kalbu dan "menghidupkan" anaknya. Jeritan kasih Ibu mampu didengar oleh jiwa-jiwa anaknya yang melayang tanpa batas. Dan doa Ibu diijabah. (Pulung Chahyono, www.pulung-online.blogspot.com)
No comments:
Post a Comment