"Saya mencintai keluargaku, tapi saya lebih mencintai Negeriku. Bila saya harus memilih, saya pilih kepentingan Negeriku." Kata-kata ini saya kutip dari catatan di bagian bawah foto Bung Karno bersama keluarganya. Waktu saya ke kios di dekat makam Bung Karno di Blitar untuk membeli pigura, saya melihat foto ini dan mengambil gambarnya melalui kamera telepon genggam saya untuk bisa saya muat disini.
Saya mencoba memahami lebih jauh tentang makna kata-kata ini. Suatu komitmen nilai terhadap kepentingan negeri yang mampu menembus batas kepentingan keluarga tercinta, apalagi mungkin sekedar pribadi atau kelompok. Kemudian timbul pertanyaan dalam hati saya, apakah di jaman sekarang ini masih ada orang-orang atau pemimpin yang memiliki prinsip ini, atau bahkan hanya sekedar berani mengucapkannya?
Bung Karno telah wafat lebih tiga puluh delapan tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 20 Juni 1970. Bung Karno mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1986. Banyak putra-putri negeri ini yang mendapatkan gelar serupa sebagai Pahlawan Nasional. Diantaranya, Jenderal Basuki Rakhmat yang telah berjasa mendapatkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) 1966, langsung diangkat menjadi Pahlawan Nasional sehari setelah beliau meninggal tanggal 8 Januari 1969. Juga Ibu Tien Suharto karena jasa-jasanya dengan cepat mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada tanggal 28 April 1996, selang satu hari setelah Ibu Tien Suharto wafat. Sedangkan Bung Tomo yang telah berjasa mengobarkan perang 10 November 1945 melawan tentara sekutu Belanda yang ingin menguasai kembali Nusantara setelah diproklamirkannya Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 mendapat gelar Pahlawan Nasional tahun ini tanggal 7 November 2008.
Membandingkan waktu pemberian gelar dan pengabdiannya kepada bangsa dan negara yang telah diberikan, pemerintah harus menetapkan standard procedure termasuk key performance indicators lebih terukur yang harus dipenuhi untuk mampu mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Ini akan menjadi dasar pemerintah dari waktu ke waktu untuk pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk menghindari bias kepentingan dalam pemberian gelar Pahlawan Nasional.
Nama-nama Pahlawan Nasional, serta standard procedure dan key performance indicators Pahlawan Nasional ini selanjutnya dengan cara yang disesuaikan disampaikan di sekolah-sekolah, sehingga para pelajar kita mengenal para pahlawannya. Bukankah ada kata bijak "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai Pahlawannya." Bagaimana kita bisa menghargai jika tidak mengenal mereka dan mengetahui jasa-jasanya? (Pulung Chahyono, http://www.pulung-online.blogspot.com/, mitra_ulung@yahoo.com)
Saya mencoba memahami lebih jauh tentang makna kata-kata ini. Suatu komitmen nilai terhadap kepentingan negeri yang mampu menembus batas kepentingan keluarga tercinta, apalagi mungkin sekedar pribadi atau kelompok. Kemudian timbul pertanyaan dalam hati saya, apakah di jaman sekarang ini masih ada orang-orang atau pemimpin yang memiliki prinsip ini, atau bahkan hanya sekedar berani mengucapkannya?
Bung Karno telah wafat lebih tiga puluh delapan tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 20 Juni 1970. Bung Karno mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1986. Banyak putra-putri negeri ini yang mendapatkan gelar serupa sebagai Pahlawan Nasional. Diantaranya, Jenderal Basuki Rakhmat yang telah berjasa mendapatkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) 1966, langsung diangkat menjadi Pahlawan Nasional sehari setelah beliau meninggal tanggal 8 Januari 1969. Juga Ibu Tien Suharto karena jasa-jasanya dengan cepat mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada tanggal 28 April 1996, selang satu hari setelah Ibu Tien Suharto wafat. Sedangkan Bung Tomo yang telah berjasa mengobarkan perang 10 November 1945 melawan tentara sekutu Belanda yang ingin menguasai kembali Nusantara setelah diproklamirkannya Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 mendapat gelar Pahlawan Nasional tahun ini tanggal 7 November 2008.
Membandingkan waktu pemberian gelar dan pengabdiannya kepada bangsa dan negara yang telah diberikan, pemerintah harus menetapkan standard procedure termasuk key performance indicators lebih terukur yang harus dipenuhi untuk mampu mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Ini akan menjadi dasar pemerintah dari waktu ke waktu untuk pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk menghindari bias kepentingan dalam pemberian gelar Pahlawan Nasional.
Nama-nama Pahlawan Nasional, serta standard procedure dan key performance indicators Pahlawan Nasional ini selanjutnya dengan cara yang disesuaikan disampaikan di sekolah-sekolah, sehingga para pelajar kita mengenal para pahlawannya. Bukankah ada kata bijak "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai Pahlawannya." Bagaimana kita bisa menghargai jika tidak mengenal mereka dan mengetahui jasa-jasanya? (Pulung Chahyono, http://www.pulung-online.blogspot.com/, mitra_ulung@yahoo.com)
No comments:
Post a Comment