Friday, October 16, 2009

Kemana Si Rimbun Asam Jawa?

Sejenak saya berhenti di tempat pajang buah asam di satu lorong super market. Asam dikemas dalam kotak karton berwarna dominan merah. Tulisan kemasan berbahasa Inggris "Sweet Tamarind" net weight 500 gr. Product of Thailand. Keep refrigerated for better teste. Saya lihat harganya per kotak hampir 50 ribu rupiah. Sama, buah asam ini seperti buah asam umumnya! Di banyak referensi juga disebut Asam Jawa dengan nama ilmiah Tamarindus indica yang biasa digunakan sebagai bumbu masak. Selain sebagai bumbu berbagai masakan, asam biasanya untuk menghilangkan bau amis ikan, bahan sirup, selai, gula-gula, minuman dan jamu. Buah asam banyak mengandung vitamin C, kalsium, fosfor, dan karbohidrat.

Wah, buntutnya jadi teringat masa lalu. Lho kok? Tepat di depan rumah saya dulu ada pohon asam besar dan rimbun. Kalau ada hujan yang tidak terlalu deras, orang akan berhenti dan berteduh di bawah pohon asam ini. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan setelah hujan reda. Juga demikian saat musim panas, kadang orang berhenti sejenak ngiyup di bawah pohon. Sesekali terdengar suara "plok", buah asam matang jatuh ke tanah. Asam banyak berserakan di bawah pohonnya. Saya biasa luru dan makan buah asam matang begitu saja setelah dibuka kulitnya. Rasanya asam-asam manis. Buah asam menggelembung, bengkok atau lurus. Bijinya bisa bergandeng sekitar 6 gelembung. Asam matang kulitnya keras berwarna kecoklatan.

Konon pepohonan asam telah ditanam di pinggir jalan-jalan Blitar sejak jaman kolonial Belanda, juga di daerah-daerah lain Nusantara ini. Diceritakan oleh Ayah saya bahwa sampai awal 1950-an, di sepanjang pinggir selatan jalan Merdeka Blitar masih berjajar pohon-pohon asam. Iya, di jalan Merdeka itu, di jantung kota Blitar yang kini penuh pertokoan! Diceritakan juga petugas kebersihan selalu rutin menyapu membersihkan sepanjang jalan di pagi dan sore hari. Oh, kota lama yang terkelola dengan baik, dan bisa dibayangkan betapa teduh dan indahnya kota Blitar waktu itu! Inilah mungkin secuil keindahan yang pernah disaksikan oleh William Barrington D'Almeida dan dituangkan dalam bukunya "Life in Java: with sketches of the Javanese, volume I" diterbitkan Hurst and Blackett, London 1864. Di halaman 298, Barrington menulis Blitar adalah tempat tamasya yang sangat menyenangkan bagi pengagum keindahan alam. Lingkungannya yang ramah dengan pemandangan Gunung Kelut menjadikan "superb panorama". Barrington juga menggambarkan Blitar yang menyebut sebuah kampungnya mirip Swiss (Mencari Secuil Swiss di Blitar, http://blitarkita.com/).

Terakhir sampai awal 1980-an, saya masih menyaksikan sisa-sisa pohon Asam Jawa terlihat berdiri di sebagian jalan-jalan di dalam dan luar kota Blitar. Biasanya pohon bagian bawahnya dicat putih melingkari batangnya, dan di pinggir atas dan bawah cat putih diberi garis cat hitam. Agar para lalu-lalang bisa lebih jelas melihat pohon asam dan mewaspadainya di pinggir jalan. Kalau kita dulu berada di pertigaan Cepaka, kemudian menghadap ke Barat, Utara atau Timur, jajaran rimbun pohon asam ini jelas terilihat di pinggir-pinggir jalan. Bayangan teduh pohon asam ini menutupi permukaan aspal jalan. Kini pohon-pohon asam ini masih tersisa di sebagian kecil pinggiran Blitar.

Dengan batang pohon kokoh, daun kecil menyirip rimbun dan selalu hijau, pohon asam tak hanya mampu memperindah dan membuat suasana kota teduh. Sebuah penelitian tentang tanaman-tanaman kota menunjukkan bahwa pohon asam menjadi tanaman terbaik karena kemampuannya menyerap polutan terbanyak, khususnya Pb (timbal) yang dihasilkan dari asap kendaraan. Juga kayu pohon asam bisa untuk mebel, kayu bangunan, kerajinan, ukir-ukiran dan patung. Lebih dari itu, tidak perlu negeri ini mengimpor buah asam dari negera lain, malah bisa menjadi negeri pengekspor Asam Jawa. Wajar khan? (Pulung Chahyono; www.pulung-online.blogspot.com)

Thursday, October 1, 2009

Jangan Sedih Karena Miskin

Jangan bersedih kalau harta anda sedikit atau keadaan anda memprihatinkan, sebab nilai diri adalah sesuatu yang berbeda (La Tahzan, Dr. ‘Aidh al-Qarni). Jangan terjebak dalam rasa sedih, terpuruk, dan suramnya hati karena miskin harta-benda. Terimalah setiap pemberian Gusti Allah dengan hati ikhlas dan syukur, niscaya kita menjadi manusia yang paling kaya. Karena keikhlasan hati dan selalu bersyukur dalam kondisi demikian bisa menumbuhkan rasa tenteram dalam hidup. Demikian inilah disebut hati yang kaya. Nilai diri tidak diukur dengan harta-benda yang dimilikinya!

Secara leksikal denotatif miskin adalah tidak berharta, serba kekurangan, dan berpenghasilan rendah. Orang disebut miskin jika dalam keadaan kurang makanan, pakaian seadanya, tidak bertempat-tinggal layak, tidak mampu bersekolah, serta kualitas hidupnya rendah. Orang umumnya cenderung memahami miskin secara materialistis, komparatif dan subyektif. Memang, miskin sering diartikan dari sudut pandang ekonomi dan sosial! Sehingga setiap daerah dan negara akhirnya akan berbeda ketika membuat ukuran kemiskinan. Bank Dunia pun mengelompokkan kemiskinan menjadi dua jenis dengan miskin absolut, dan miskin relatif karena ketegori miskin itu terpengaruh oleh waktu dan tempat.

Miskin sebagai definisi di atas bisa juga karena pilihan! Ya, pilihan karena budaya dan pemahaman hidup. Misal, sebagian suku Badui Arab lebih menyukai hidup di tenda (beit alsha'r) berpindah-pindah dengan unta dan domba ternaknya di padang pasir luas Arab, walau Raja Arab membangunkan rumah permanen. Sebagian suku di Papua, lebih menikmati hidup di rumah adat (honai) di pedalaman, meski Pemerintah Daerah memukimkan mereka di pinggir jalan dan kota. Seorang Siddhartha Gautama memilih hidup sebagai pertapa di hutan daripada gelimang kekayaan di kerajaan. Juga sebagian orang Jawa yang berprinsip urip sak madya, ora usah ngoyo, nrimo ing pandum, yang artinya hidup tidak harus berlimpah dan bergelimang harta.

Jika demikian, kenapa kemiskinan harus dipahami sebagai ketidak-mampuan dan hal yang memprihatinkan? Justru banyak orang yang dikategorikan berada di dalam "tirani" definisi miskin di dunia ini merasakan damai, tenang dan bahagia hidupnya. Bahkan dengan itu mereka menjadi lebih leluasa dan yakin bisa mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, serta menjelajahi sejuknya keyakinan ruhaninya. Mereka demikian lebih bisa mengamalkan perbuatan baik dan bijaksana dalam kesederhanaan lingkungannya. Mereka lebih mampu menjernihkan pikiran dan menjauhkan diri dari keserakahan dunia.

Kalau toh material menjadi pertimbangan sumber definisi, sebenarnya hidup ini bagai roda berputar. Banyak orang miskin lalu menjadi kaya dan sebaliknya dalam sekejap tanpa bisa ditahan dan ditolaknya. "Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya. Dan apa saja yang Allah tahan, maka tidak seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (Q.S. Faathir [35]: 2). Seluruh rejeki hamba berada di tangan Gusti Allah dan Dia telah mengatur semua itu dengan segala kebijaksanaan-NYA. (Pulung Chahyono, http://www.pulung-online.blogspot.com/, mitra_ulung@yahoo.com)