Thursday, May 21, 2009

Kali Lahar, Riwayatmu Dulu

Benar, kali ini adalah jalur lahar. Orang juga menyebutnya dengan "kali Lahar". Aliran kali Lahar seolah membelah kota Blitar, berkelok melewati beberapa desa di dua kecamatan Kota Blitar; kecamatan Kepanjen Kidul dan Sukorejo. Kali Lahar ini bermula dari hulunya di lereng Gunung Kelud, dan berakhir di hilirnya di Sungai Brantas. Tepatnya berhulu di kali Badak di ujung lereng Kelud kecamatan Nglegok, dan berakhir di tempuran kali Brantas di desa Gendong, kecamatan Sanan Kulon. Diperkirakan panjang seluruh badan kali Lahar dari hulu sampai hilir sekitar 55 Km.

Cerita kali Lahar seakan sulit dipisahkan dengan cerita gunung Kelud dan letusan laharnya. Seperti cerita gunung Kelud yang memuntahkan lahar panas, awan panas, pasir dan debu vulkanik di tahun-tahun lalu, kali Lahar pun juga menjadi cerita turun-temurun. Termasuk cerita kecemasan warga masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran kali jika gunung Kelud meletus. Seperti beberapa waktu yang lalu dinyatakan ada peningkatan aktifitas gunung Kelud, para warga sekitar bantaran kali Lahar menjadi orang yang paling mewaspadai dan diwaspadai keselamatannya. Mereka masuk dalam daftar orang yang akan dievakuasi jika lahar benar terjadi. Kewaspadaan letusan gunung Kelud tentunya juga diperhitungkan dan disampaikan kepada semua warga Blitar pada umumnya.

Saya pernah dengar cerita cukup menegangkan tentang kali Lahar. Dan cerita menegangkan ini biasanya berulang saat obrolan-obrolan panjang warga ketika gunung Kelud diberitakan akan meletus. Walau kadang letusan tidak benar terjadi kemudian, atau hanya issue insidentil antar warga masyarakat. Kadang hanya karena cuaca sangat panas orang akan bilang: "Wah sumuk puanas, jangan-jangan gunung Kelud akan meletus." Mungkin saja, karena mereka belajar dari pengalaman letusan sebelumnya. Diceritakan bahwa letusan gunung Kelud tahun 1951 dan 1966 telah memakan banyak korban jiwa terutama di sekitar bantaran kali Lahar. Korban manusia itu bergeletakan atau bahkan tersangkut pepohonan di sepanjang pinggiran kali Lahar. Konon juga banyak korban ditemukan di daerah luberan lahar dari kali Lahar.

Sembilan belas tahun lalu, tahun 1990, saya menyaksikan ganasnya letusan gunung Kelud. Akibat letusannya, berjuta-juta meter kubik pasir dihamburkan dari kawahnya ke langit, melayang dan jatuh menutupi tebal atap-atap rumah, halaman dan jalan sampai radius puluhan kilometer. Pasir memang tidak lepas dari setiap letusannya. Dari dalam kawah gunung Kelud, pasir juga terus terbawa air ke sepanjang sungai. Banyak warga sekitar bantaran kali Lahar bermata pencaharian sebagai pencari pasir untuk menghidupi keluarga dan menyekolahkan anaknya. Mereka membawa cikrak bambu dan menyelam sejenak ke dasar sungai, dan ketika muncul ke permukaan cikrak mereka telah penuh pasir. Dan pasir dari cikrak demi cikrak mereka kumpulkan di gundukan pasir pinggir kali. Para lalu-lalang di atas jembatan kali Lahar Pakunden dulu bisa dilihat sebagian kegiatan warga yang mencari pasir ini.

Bersama teman-teman sekolah dasar saya dulu kadang ke kali Lahar untuk mandi dan ciblon saat terasa gerah di musim panas. Selepas pulang dari SDN 1 Blitar berjalan lurus ke arah Timur, ke Blitar Pojok kita menyebutnya. Kemudian menuruni lereng sungai dan mandi di aliran kali atau di belik, sumber air kecil di pinggir sungai. Masih bening sekali air kali Lahar waktu itu. Karena beningnya biasanya kita mengumpulkan batu berwarna dan berbentuk bagus dari dasar sungai. Juga menangkap kroco, sejenis siput kecil yang terlihat jelas saat merambat di dasar sungai. Mencari ikan dengan newu dan gogo, cara sederhana menangkap ikan dengan tangan. Biasanya dapat ikan cethol, cengor atau wader kecil, atau ikan kecil berwarna-warni. Kemudian ikan-ikan ini dimasukkan ke kantung plastik bekas diisi air untuk dibawa pulang, dan kemudian dipelihara di bak air jamban di rumah. Itu dulu! (Pulung Chahyono, www.pulung-online.blogspot.com; mitra_ulung@yahoo.com)

Thursday, May 14, 2009

Problem Can Be Asset

Masalah (problem) adalah sesuatu yang menghambat atau menjadi ganjalan dalam mencapai tujuan, cita-cita atau sasaran yang diinginkan. Sesuatu hal yang belum terselesaikan. Dalam arti luas, masalah adalah segala sesuatu yang dianggap berbeda secara signifikan antara kenyataan yang ada dengan keadaan yang diharapkan. Setiap masalah memerlukan penyelesaian. Waktu diperlukan untuk menyelesaikan masalah, tergantung dari tingkat kerumitan masalah. Penyelesaian masalah memerlukan proses pemikiran. (Wikipedia, the free encyclopedia).

Setiap manusia berbeda masalahnya. Demikian juga cara memadang masalah, setiap manusia bisa berbeda dalam memahami dan memaknai masalah yang beragam jenis, sifat dan lingkupnya. Mereka bisa berbeda dalam menganggap masalah apakah sederhana/rumit, biasa/luar biasa, berat/ringan, gampang/sulit, besar/kecil, dan pribadi/umum. Sumber masalah mungkin dari faktor internal manusia itu sendiri, eksternal, atau gabungan daripadanya. Manusia tentunya akan berupaya menyelesaikan masalahnya dengan caranya yang berbeda-beda pula, sesuai lingkungan dan hasil yang dikehendaki. Bisa saja seseorang menggunakan cara tradisional, kekeluargaan, pendekatan budaya, religius, pemikiran rasional, sistematis, atau teknik-teknik penyelesaian masalah (problem solving techniques) terkini.

Ada suatu cerita. Seorang lelaki muda tiba-tiba berkata "Saya menghadapi masalah", sambil mendatangi Dr. Norman Vincent Peale di Fifth Avenue, New York, kemudian merangkulnya seraya memohon, "Dr. Peale, tolong bantu saya. Saya tidak dapat mengatasi masalah saya yang terlalu banyak." Dr. Peale berkata, "Bukankah kita telah membicarakan masalah anda. Bila anda melepaskan rangkulan anda, saya akan menunjukkan suatu tempat dimana orang-orang yang tidak memiliki masalah." Laki-laki muda itu menanggapi, "Jika anda dapat menunjukkan tempat itu, saya bersedia mengeluarkan biaya berapapun untuk kesana." Dr. Peale berkata, "Setelah melihat tempat itu, anda pasti tidak ingin ke sana lagi. Tempat itu hanya berjarak dua blok dari sini." Kemudian, mereka berdua berjalan ke tempat pemakaman Forest Lawn dan Dr. Peale berkata, "Lihat, sekitar 150.000 orang tinggal di sana. Saya mengetahui tidak ada satupun dari mereka yang memiliki masalah."
(“Dare To Win”, Jack Canfield and Mark Victor Hansen)

Ini salah satu cerita favorit dari Dr. Norman Vincent Peale, seorang penulis terkenal dan pencetus teori "berpikir positif" dari Amerika Serikat. Saya mengingat cerita bagus ini walau saya membacanya sekitar sepuluh tahun lalu, karena bisa memberi inspirasi bahwa manusia hidup dengan masalah itu sebenarnya bersifat alamiah. Masalah adalah tanda kehidupan. Saat memiliki dan menanggapi masalah, sebaiknya bersyukur dan berpikir positif. Karena dengan masalah membuktikan bahwa seseorang masih hidup dan masih berfungsi sebagai manusia. Beberapa orang berpendapat bahwa sesungguhnya cara yang terbaik untuk menilai seseorang adalah berdasarkan ukuran seberapa banyak masalah yang dihadapi.

Justru masalah bisa dijadikan aset! Aset yang harus diperlakukan, ditangani dan diselesaikan dengan tepat, memuaskan dan menyenangkan berbagai pihak. Sebagai aset untuk bisa menunjukkan identitas pribadi seseorang dan berlatih selalu menyelesaikannya dengan pertimbangan intelektual, emosional, sosial dan spiritual. Harus diyakini bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, dan Gusti Allah tidak akan membebani manusia dengan cobaan masalah yang melebihi kemampuannya. (Pulung Chahyono, www.pulung-online.blogspot.com; mitra_ulung@yahoo.com)

Tuesday, May 5, 2009

Indahnya Perbedaan

Sepanjang sejarah perkembangan peradaban manusia, perbedaan selalu menjadi alasan utama tumbangnya suatu peradaban yang telah susah-payah dibangun. Betapa peradaban besar dunia yang pernah ada kini hanya tinggal cerita. Lihatlah jaman kerajaan di Nusantara yang silih berganti saling menakhlukkan. Jaman dinasti-dinasti Cina yang saling hancur dan tumbuh. Jaman kaisar-kaisar Eropa maupun jaman khalifah-khalifah Timur Tengah yang juga saling menakhlukan, terpecah dan menggantikan. Dan sekarang kita hanya bisa melihat sisa-sisa kejayaan peradabannya saja!

Perbedaan adalah kodrat alam. Perbedaan muncul mulai pribadi, keluarga, kelompok, suku, ras, dan bangsa. Perbedaan akan selalu ada dalam ekonomi, politik, agama, sosial dan budaya. Dan perbedaan pasti akan ada karena pengaruh kekayaan alam, cuaca, geografi, dan topografi. Kita pasti berbeda karena keturunan, status ekonomi, jabatan, golongan dan kepentingan. Namun kadang perbedaan ini dikemas dalam bentuk kekuasaan, kekuatan dan dominasi sehingga yang berkuasa, kuat dan dominan berusaha menguasai, melindas dan mendominasi mereka yang berbeda.

Perbedaan adalah anugerah ciptaan-NYA! Kita harus bercermin dari runtuhnya berbagai peradaban dunia karena pertentangan perbedaan yang terjadi dalam sejarah manusia. Kita harus memahami bahwa memang kita tidak sama, dan tidak harus sama! Disamping pemahaman kodrat perbedaan hardware manusia, yang penting juga perbedaan software manusia; pikiran, pendapat dan keyakinan. Bahkan para pendiri negara inipun justru merumuskan perbedaan ini sebagai potensi bangsa dalam slogan yang dicengkeram Burung Garuda, Lambang Negara: "Bhinneka Tunggal Ika" (berbeda-beda dalam kesatuan). Dalam arti luas tentunya slogan ini harus dipahami sebagai kebhinekaan yang mencakup hardware dan software manusia.

Saya bersyukur bisa mencicipi dan melihat indahnya perbedaan. Dimana berbagai suku dan ras manusia saling mengenal dan bekerja bersama di Tembagapura. Mereka dari suku-suku setempat baik suku pantai maupun gunung, suku-suku pendatang dari berbagai kepulauan Nusantara, dan bangsa-bangsa dari berbagai negara dan benua. Berusaha saling mengasah kepekaan lintas budaya (cross cultural sensitivity) agar terbebas dari prasangka (prejudice) dan prakonsepsi (preconception) terhadap budaya lain. Saling toleran, memahami dan menghargai keberagaman tradisi, adat dan budaya masing-masing. "Tolerance, inter-cultural dialogue and respect for diversity are more essential than ever in a world where peoples are becoming more and more closely interconnected." (Kofi Annan, Former Secretary-General of the United Nations)

Manusia memang diciptakan berbeda-beda bangsa dan suku. "Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal." (Q.S. Al Hujurat [49]:13). Perbedaan adalah anugerah indah yang diciptakan Gusti Allah. Seandainya semuanya sama, tentu dunia ini akan membosankan. Dan Gusti Allah memerintahkan semua manusia ciptaan-NYA untuk saling mengenal. Semoga kita termasuk dalam orang-orang yang menjalankan perintah-NYA. (Pulung)